70% Fintech Indonesia Butuh Aturan Privasi dan Keamanan Data

Ajeng Dinar Ulfiana|KATADATA
(ki-ka) Sri Mulyani Menteri Keuangan Indonesia, Kepala Grup Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Triyono Gani, Perry Warjiyo Gubernur Bank Indonesia dan moderator dalam acara Indonesia Fintech Summit & Expo 2019 di Jakarta Convention Center,  Jakarta (23/9/2019).
Penulis: Desy Setyowati
6/4/2022, 15.05 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun menyoroti pentingnya asosiasi seperti Aftech untuk berperan aktif pada masalah perlindungan konsumen di fintech. Ia menegaskan bahwa masalah ini, termasuk perlindungan data dan infrastruktur, secara teknis memberikan jaminan bahwa fintech fungsional dan dapat digunakan oleh masyarakat.

"Aftech diharapkan terus memegang komitmen untuk bersinergi dan kolaborasi baik dengan seluruh penyelenggara sektor jasa keuangan, serta mendorong upaya mempercepat digitalisasi dan mendukung pemulihan ekonomi Indonesia," kata dia dalam keterangan pers.

Di satu sisi, pembahasan Rancangan Undang-undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) tak kunjung tuntas. Regulasi yang ditarget rampung tahun lalu itu kembali molor dan masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU prioritas tahun ini. 

Anggota Komisi I DPR RI dari Partai Kesejahteraan Rakyat (PKS) Sukamta mengatakan, belum rampungnya RUU Perlindungan Data Pribadi memang membuat penanganan kasus kebocoran data oleh pemerintah menjadi lambat. Menurutnya, pemerintah seakan membiarkan kasus tanpa jelas upaya tindak lanjutnya. 

"Pemerintah ini mungkin kebingungan mau mengambil langkah hukum terkait kebocoran data," kata Sukamta kepada Katadata.co.id, pada Januari (22/1).

Dia mengatakan, DPR berulang kali mendesak untuk segera diselesaikan RUU Perlindungan Data Pribadi. "Ini sudah lima masa sidang RUU dibahas, tapi pihak pemerintah masih tarik ulur dalam beberapa pasal," ujarnya.

Halaman: