OJK Peringatkan Bahaya Investasi Berlebih Fintech dan Bank di AI

ANTARA FOTO/REUTERS/Andreas Gebert/aww/cf
Robot Franziska menangis karena seseorang menghalanginya saat sedang membersihkan lantai sebagai pengganti petugas kebersihan yang hilang akibat pandemi penyakit virus korona dalam fase percobaan tiga minggu di rumah sakit Neuperlach di Munich, Jerman, Senin (25/1/2021).
Penulis: Lenny Septiani
13/12/2022, 12.38 WIB

Investasi sektor jasa keuangan seperti bank dan teknologi finansial (fintech) untuk pemanfaatan kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI) diprediksi US$ 204 miliar atau sekitar Rp 3.199 triliun pada 2025. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perusahaan berhati-hati.

Perkiraan tersebut berdasarkan penelitian International Data Corporaton (IDC). Tahun lalu, investasi sektor jasa keuangan untuk teknologi AI US$ 85,3 miliar.

Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara mengatakan, penyelenggara fintech harus memiliki kebijakan yang kokoh dalam pemanfaatan advanced technology seperti mesin pembelajar alias machine learning, AI, dan lainnya.

"Saya yakin bahwa mayoritas fintech menggunakan teknologi ini dalam proses bisnis," kata Mirza dalam Closing Ceremony Indonesia Fintech Summit dan Bulan Fintech Nasional 2022 di Yogyakarta, Senin (12/12).

Berdasarkan penelitian McKinsey’s Global AI Survey tahun ini, sekitar 50% industri jasa keuangan global menggunakan AI. Teknologi ini dianggap memberikan keuntungan dari sisi kecepatan dan akurasi.

Asosiasi fintech Indonesia pun menandatangani komitmen bersama dalam penyusunan Kode Etik terkait Responsible and Trustworthy Artificial Intelligence.

"Penerapan kode etik ini menjadi pedoman pelaksanaan market conduct dalam menghasilkan program AI bertanggungjawab," katanya.

Itu bertujuan meminimalkan risiko yang dapat merugikan konsumen, khususnya terkait penyaluran pembiayaan dan pengambilan keputusan investasi.

Reporter: Lenny Septiani