Video Erdian Aji Prihartanto alias Anji dan Hadi Pranoto terkait klaim penemuan obat virus corona yang diunggah di YouTube, menuai kontroversi. Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) menilai, pembuat konten ini bisa dikenakan sanksi.
Secara umum, konten yang beredar di media sosial diatur dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Apabila klaim terkait penemuan obat Covid-19 tersebut terbukti disinformasi atau hoaks, maka pembuat konten bisa dikenakan sanksi.
“Hanya, perlu dipertimbangkan apakah pemidanaan adalah upaya yang tepat dalam menindak hal semacam ini,” kata Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto kepada Katadata.co.id, Selasa (4/8).
Di satu sisi, Damar memang menilai bahwa Anji tidak melakukan riset terhadap latar belakang narasumber dalam videonya. Selain itu, klaim penemuan obat corona juga tidak dijelaskan secara mendalam oleh Hadi Pranoto, khususnya terkait uji kebenarannya.
Ia juga meragukan gelar profesor mikrobiologi Hadi Pranoto. Apalagi, Hadi mengklaim telah melakukan riset terkait virus selama 20 tahun dan memiliki pengetahuan mendasar tentang virus corona.
Selain itu, ia dan sebagian warganet meragukan pernyataan Hadi soal titik leleh baja. Sebagai informasi, dalam cuplikan video wawancara itu, Anji dan Hadi membahas tentang virus corona dapat mati dalam suhu panas tertentu.
Hadi menjelaskan, virus corona memiliki kekuatan melebihi baja yang dilelehkan. "Untuk peneliti yang sudah matang dengan pengalaman 20 tahun, seharusnya hal-hal yang disampaikannya akurat dan berdasar fakta, tetapi tidak demikian," ujar Damar.
SAFEnet memberikan dua saran terkait video itu. Pertama, mengimbau Anji dan Hadi untuk membuat permintaan maaf dan mengklarifikasi informasi agar dampak dari video yang sempat viral itu bisa dihentikan.
Kedua, menekan upaya sanksi dari platform terkait. Dalam hal ini, YouTube diketahui sudah menurunkan (take down) video itu. Sedangkan Anji memiliki 3,6 juta pengikut.
Namun, Damar menilai platform perlu memberikan sanksi kepada produsen konten yang memberikan informasi menyesatkan. Hal ini guna memberikan efek jera bagi konten kreator lainnya, agar lebih waspada dalam mengunggah informasi.
Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 Kementerian Riset dan Inovasi (Kemenristek) Ali Ghufron Mukti pun sempat mengatakan, Hadi Pranoto tidak pernah menjadi salah satu anggota peneliti konsorsium dalam tim pengembangan herbal imunomodulator.
Kementerian juga tidak pernah memberikan dukungan uji klinis obat herbal produksi Bio Nuswa yang diakui oleh Hadi Pranoto. Sebab, setiap pelaksanaan uji klinis harus mendapatkan persetujuan pelaksanaan oleh BPOM dan ethical clearance dari Komisi Etik.
Sejauh ini, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) juga mencatat ada 12 klaim dari video wawancara Anji dengan Hadi Pranoto yang dinilai sesat dan membahayakan bagi publik. Salah satunya, klaim obat buatan yang menyembuhkan ribuan orang dengan dua atau tiga hari pemakaian.
Lalu, klaim bahwa vaksin justru merusak organ tubuh. Kemudian, klaim masker tidak bisa mencegah penularan Covid-19. “Berbagai klaim tersebut sangat berbahaya bagi publik, sehingga kami mendukung Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) yang meminta kepolisian turun tangan," ujar Ketua Presidium Mafindo Septiaji Eko Nugroho dikutip dari siaran pers, Senin (3/8).
(REVISI: Ada perubahan pada Judul dan paragraf satu hingga tiga pada Pukul 14.54 WIB, Rabu 5 Agustus)