Dulu Bisa Raup Rp 11 Juta/Bulan, Driver Ojol Kini Sulit Dapat Orderan

Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Ilustrasi, pengemudi ojek online menunggu penumpang di Stasiun Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (17/2/2020).
21/2/2020, 15.18 WIB

Penurunan pendapatan juga dialami oleh Andi Rizal (38 tahun). Ia menjadi mitra pengemudi ojek online Grab sejak 2016. “Dulu cari 20 orderan mudah. Sekarang, ngos-ngosan,” ujar dia. Maksimal, ia hanya memperoleh 12 pesanan per hari saat ini.

Mitra Grab Agus (27 tahun) juga mengaku pendapatannya turun 50% dibanding 2016. Saat itu, ia bisa mendapat Rp 300 ribu per hari atau sekitar Rp 6,6 juta per bulan. Kini, setelah bekerja dari pagi hingga malam, dia hanya mendapat Rp 160 ribu sehari. Namun, jumlah itu belum termasuk bonus.

(Baca: Pengemudi Ojol Keluhkan Sistem Baru, #GojekKenapa Jadi Topik Populer)

Bonus yang diberikan pun menurun. "Dulu, walaupun Sabtu-Minggu keluar jam 10.00 atau jam 14.00 di luar jam sibuk, tetap banyak berlian. Sekarang cari berlian susah," katanya. Berlian merupakan istilah poin untuk mendapat bonus. Pada 2016, ia bisa mendapat bonus Rp 185 ribu per hari.

Padahal, menurutnya risiko menjadi pengemudi ojek online tinggi. Memang, ia sempat ditawari asuransi oleh Grab. Namun ia tak mengikuti layanan itu, karena merasa prosesnya rumit.

Mitra Grab lainnya, Muhammad Misna (50 tahun) mengaku pendapatannya minimal Rp 250 ribu per hari pada 2016. Kini, penghasilan termasuk bonus hanya sekitar Rp 80 ribu dalam sehari.

Pekerjaan sebagai pengemudi ojek online memang hanya sambilan, yang ia lakukan pada akhir pekan. “Sekarang drastis penurunannya. Yang lain juga bilang begitu," ujar Misna.

Padahal, dalam Riset Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI), rata-rata penghasilan mitra Gojek melebihi upah minimum kabupaten/kota (UMK) pada 2018. Di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) mencapai Rp 4,9 juta per bulan. UMK di wilayah ini sekitar Rp 3,8 juta per bulan.

(Baca: Masih Ada Subsidi, Tarif Penumpang dan Pengemudi Ojek Online Berbeda)

Saat ini, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah mengkaji tarif ojek online. Kementerian telah mengevaluasi tingkat kemampuan konsumen dan menerima masukan dari YLKI.

“Intinya YLKI inginnya tidak naik. Kami tegaskan lagi bahwa tidak akan ada kenaikan tarif ojek online kalau tidak ada peningkatan layanan," ujar Direktur Angkutan Jalan Kemenhub Ahmad Yani mengatakan pihaknya kepada Katadata.co.id, Senin (17/2).

Kini, kementerian menunggu masukan dari Badan Perlindungan Konsumen Nasional. "Hasil survei dan masukan dari berbagai pihak itu kita analisis apakah konsumen mau dengan kenaikan," kata Yani.

Ada dua opsi dari evaluasi tarif ojek online yaitu tetap dan naik. Kemenhub memperkirakan tarif di daerah akan tetap karena khawatir permintaan menurun. Sedangkan di Jabodetabek, tarifnya diprediksi naik karena permintaan masih tinggi.

Namun dalam evaluasi tarif tersebut, Kemenhub mengacu pada kemampuan membayar atau willingnes to pay (WTP) konsumen. (Baca: Kemenhub Keberatan Kerek Tarif Ojek Online jika Layanan Tak Meningkat

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan