Jadi Sarang Hoaks, Facebook hingga Google Bisa Didenda Rp 500 Juta

Katadata
Ilustrasi, Facebook hingga Google yang menjadi sarang hoaks dan konten pornografi bakal didenda Rp 500 juta.
4/11/2019, 19.18 WIB

Perusahaan teknologi seperti Facebook, Twitter hingga Google bakal didenda Rp 100 juta sampai Rp 500 juta jika membiarkan konten bermuatan pornografi dan hoaks beredar di platform-nya. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menargetkan, kebijakan ini berlaku pada akhir 2021.

Direktur Jenderal (Dirjen) Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, kementeriannya masih mengkaji besaran sanksi tersebut. Nantinya, regulasi ini berkaitan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 soal Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE).

Besaran denda akan disesuaikan dengan banyaknya konten. “Itu akan kami susun antara Rp 100 juta hingga Rp 500 juta per konten. Sedang dirumuskan,” katanya saat konferensi pers Forum Merdeka Barat (FMB) 9 di kantornya, Jakarta, Senin (4/11).

Ia mengatakan, penyelenggara sistem elektronik (PSE) seperti Facebook, Google dan lainnya memiliki fungsi fasilitator bagi para penyebar konten negatif. Penyebaran informasi itu melalui media sosial, email, aplikasi pesan dan lainnya.

(Baca: Jadi Sarang Hoaks, Facebook hingga Google Bisa Didenda Rp 100 Miliar)

Semuel mencontohkan, pemerintah mAmerika Serikat (AS) mengenakan denda kepada Facebook. Sebab, perusahaan teknologi itu dianggap teledor dalam pemanfaatan teknologinya lantaran beredar konten pornografi hingga hoaks di platform-nya. 

"Kami ingin (membuat kebijakan sanksi) seperti itu. Seharusnya (PSE yang ada di Indonesia) bisa mencegahnya, melakukan filter konten-kontennya sebelum terekspos karena mereka punya teknologinya," kata dia.

Ia juga mengatakan bahwa kementeriannya bakal memantau dan menerima aduan dari pemerintah maupun publik terkait pelanggaran konten-konten negatif yang ada Facebook, Twitter, Google dan lainnya. "Kami akan tetap melakukan patroli (terkait denda ini) dan akan dihitung per konten (yang dilanggar)," katanya.

Semuel optimistis aturan ini akan berlaku pada akhir 2021 atau sekitar setahun setelah PP PSTE disahkan. Selama setahun ini, pemerintah bakal melakukan sosialisasi.

(Baca: Kominfo Siapkan Sanksi bagi Media Sosial Sarang Hoaks)

Ia juga yakin, aturan ini bakal meminimalkan penyebaran konten-konten negatif di ekosistem internet. Sebab, PSE seharusnya memiliki teknologi untuk melakukan penyaringan konten-konten negatif tersebut. 

Adapun Kominfo telah meresmikan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 soal Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) pada 10 Oktober 2019 lalu. Regulasi ini merupakan pengganti PP PSTE Nomor 82 Tahun 2012. 

Aturan ini membahas beberapa poin seperti soal penyelenggara sistem elektronik, penempatan pusat data, perlindungan data pribadi, autentifikasi situs, pengelolaan nama domain situs, dan lainnya. 

"Kalau di PP PSTE yang dahulu, pemblokiran aktif dilakukan oleh pemerintah. Dengan aturan ini, nanti kami juga akan membuat turunan (aturannya), agar mereka bisa secara aktif mencegah konten-konten yang legal menurut UU ITE," katanya.

(Baca: Atasi Hoaks, Menteri Kominfo Anyar Buka Opsi Batasi Internet)

Reporter: Cindy Mutia Annur