Jadi Sarang Hoaks, Facebook hingga Google Bisa Didenda Rp 100 Miliar
Perusahaan teknologi seperti Facebook, Twitter hingga Google bakal dikenakan denda maksimal Rp 100 miliar jika tidak responsif menangkal hoaks di Indonesia. Hal itu tertuang dalam draf revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSE).
Revisi PP Nomor 82 Tahun 2012 tersebut sudah dikaji Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sejak tahun lalu. Draf aturan itu sudah ada di Sekretariat Negara sejak 16 Agustus lalu. “Sekarang sedang disirkulasi,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan di kantornya, Jumat (6/9).
Semuel menjelaskan, ada beberapa perubahan atas draf regulasi tersebut dibanding pembahasan awal. Salah satunya, menetapkan denda hingga Rp 100 miliar bagi platform yang tidak merespons permintaan pemerintah untuk menghapus konten negatif.
“Denda itu per pelanggaran. Kami akan minta (di-take down), kalau tidak direspons atau dibirkan penyebaran konten yang bisa merugikan masyarakat, itu akan dikenakan denda,” kata Semuel.
(Baca: Pemerintah Kaji Pendapatan Negara dari Denda Platform Sarang Hoaks)
Nantinya, denda atas platform media sosial yang melanggar aturan tersebut bakal masuk ke Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dengan begitu, pungutan yang diperoleh dapat digunakan oleh pemerintah untuk belanja negara.
Selain itu, aturan tersebut bakal mengatur terkait perusahaan swasta. Perusahaan yang kantornya berada di luar negeri, namun konsumennya ada di Indonesia, maka tetap harus mematuhi aturan ini.
Semuel optimistis aturan itu dirilis sebelum pergantian pemerintahan atau pada Oktober nanti. “Proses sirkulasi 30 hari sejak diterima,” kata Semuel.
(Baca: Kominfo Siapkan Sanksi bagi Media Sosial Sarang Hoaks)
Setelah aturan itu terbit, Kominfo akan merilis kebijakan teknis. Kementerian bakal merevisi Peraturan Menteri Kominfo Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif.
Di dalamnya, akan diperjelas mengenai definisi hoaks. "Hoaks itu yang menganggu ketertiban umum. Semua orang menjadi heboh dan merugikan," kata Semuel, akhir tahun lalu.
Selain itu, akan dibahas mengenai batasan waktu bagi penyelenggara sistem elektronik untuk merespons permintaan Kominfo untuk memblokir atau menangguhkan akun atau konten bermuatan negatif. Akan dijelaskan pula mengenai sanksinya, termasuk besaran dendanya.
(Baca: Jerman Akan Denda Facebook Rp 7 Miliar per Satu Berita Hoax)
Selama ini, jika ada hoax atau konten negatif lain, platform seperti Facebook hanya diminta untuk memblokir konten ataupun akun yang bersangkutan. Bila platform menolak, akan diberi sanksi administrasi berupa teguran hingga pemblokiran sementara, seperti yang sempat dialami Telegram.
"Di pasal 83 (revisi PP Nomor 82 Tahun 2012), platform bisa dihukum juga," kata Plt Kepala Biro Humas Kominfo Ferdinandus Setu, akhir tahun lalu.
Menteri Kominfo Rudiantara sempat mengatakan, pembuatan aturan ini mengacu pada hasil kajian ke Jerman dan Malaysia pada Maret 2018 lalu. Ia mengirim tim guna memelajari cara kedua negara tersebut mengatur penyelenggara sistem elektronik, baik dalam menjaga data penggunanya ataupun menghindari ujaran kebencian. Langkah tersebut diambil menyusul kebocoran data 87 juta pengguna Facebook.
(Baca: Rencana Revisi Peraturan Perusahaan Digital Tersandera Pilpres 2019)