Twitter mengklarifikasi bahwa pelabelan cek fakta pada cuitan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump hanya untuk memberi konteks bukan untuk menjadi 'wasit' yang menentukan kebenarannya.
Pelabelan tersebut memicu Trump mengeluarkan perintah eksekutif untuk mengubah atau menghapus ketentuan yang dikenal sebagai “section” atau pasal 230 pada Communications Decency Act, yang melindungi perusahaan media sosial dari tanggung jawab atas konten yang diposting oleh penggunanya.
Meski demikian Twitter mempertahankan kebijakan pelabelan tersebut. Twitter membela diri dengan mengatakan bahwa kebijakannya tersebut merupakan upaya untuk mempromosikan percakapan publik yang sehat.
"Tujuan kami untuk menghubungkan titik-titik pernyataan yang bertentangan dan menunjukkan seluruh informasi yang menjadi perselisihan, sehingga orang dapat menilai sendiri," kata CEO Twitter, Jack Dorsey, seperti dikutip CNN International, Rabu (3/6).
(Baca: Twitter Sembunyikan Kicauan Trump soal Pembunuhan George Floyd)
Dorsey menegaskan bahwa pelabelan di Twitter tidak akan membuat platformnya menjadi 'wasit' penentu kebenaran. Melalui akun Twitter-nya, Dorsey juga menambahkan lima prinsip kerja Twitter dalam melakukan pelabelan cuitan.
Pertama. mengurangi potensi bahaya yang mungkin terjadi, kedua mengurangi bias dan insentif berbahaya. Ketiga, mengurangi frekuensi penghapusan konten. Keempat memberi perspektif yang beragam. Kelima meningkatkan akuntabilitas publik.
"Fokusnya adalah menyediakan konteks, bukan pengecekan fakta," tulis pernyataan resmi Twitter. "Kami hanya akan menambahkan teks deskriptif yang mencerminkan percakapan publik yang ada sehingga pengguna dapat membentuk pendapat mereka sendiri".
Adapun Twitter mengungkapkan telah melabeli ribuan cuitan di seluruh dunia. Sebagian besar terkait dengan potensi hoaks virus corona dan manipulasi oleh media pemberitaan.
(Baca: Mark Zuckerberg Tak ‘Sanksi’ Trump, 600 Pegawai Facebook Mogok Kerja)
Kebijakan pelabelan Twitter memicu perselisihan dengan Trump. Beberapa cuitan Trump kena pelabelan cek fakta. Pertama, cuitan terkait kemungkinan manipulasi dalam pemungutan suara 2020. Kedua terkait tuduhan pada mantan politisi Joe Scarborough atas kematian staf kongres Lori Klausutis.
Terbaru, Twitter menyembunyikan cuitan Trump soal kerusuhan di Minneapolis. Trump memperingatkan para pendemo di Minneapolis yang memprotes pembunuhan warga kulit hitam, George Floyd, oleh polisi kulit putih.
Bahkan, Trump menyebut para pengunjuk rasa sebagai ‘preman’. “Para preman ini tak menghormati kenangan akan George Floyd, dan saya tidak akan membiarkan itu terjadi,” tulis Trump melalui akun Twitter-nya @realDonaldTrump, Jumat (29/5).
Ia mengatakan, sudah berbicara dengan Gubernur Tim Walz. “Saya sampaikan kepadanya bahwa militer mendukungnya setiap saat. Setiap kesulitan dan kita akan mengambil kendali, tetapi ketika penjarahan dimulai, penembakan dimulai. Terima kasih!" ujar dia.
(Baca: Makin Panas, Facebook dan Twitter Lawan Trump soal Aturan Media Sosial)