Nadiem Makarim Minta Startup Manfaatkan Program Merdeka Belajar

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Ilustrasi, Mendikbud Nadiem Makarim bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/2/2020).
27/2/2020, 13.42 WIB

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mendorong startup untuk memanfaatkan program merdeka belajar untuk pendidikan tinggi yang diluncurkan bulan lalu. Salah satunya, kebijakan terkait praktik kerja atau magang mahasiswa.

“Perusahaan yang punya startup jangan disia-siakan (program merdeka belajar ini). Mereka punya kesempatan setahun,” kata Nadiem dalam acara Digital Economy Summit 2019 di Jakarta, Kamis (27/2).

Seluruh mahasiswa di Indonesia punya kesempatan mengajukan magang di perusahaan, termasuk startup. “Bukan hanya di Indonesia, tetapi dunia. Kerja internship,” kata dia.

Ia berharap para pengembang (developer) membantu program merdeka belajar tersebut. Caranya, dengan mengajukan permintaan untuk berpartisipasi melalui platform resmi Kemendikbud, lalu pilih universitas.

(Baca: Magang Kelas Dunia, Kebijakan Nadiem agar Mahasiswa Siap Kerja)

Nantinya, kementerian akan menganjurkan praktisi mengajar di kampus. “Ini kami dorong,” kata Nadiem. 

Para pengembang bisa menyiapkan program kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), bootcamp hingga komputasi awan (cloud computing). Dengan begitu, perusahaan termasuk startup bisa mendapat talenta yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

Pada kesempatan itu, Nadiem menjelaskan program merdeka belajar yang digagasnya. Berdasarkan pengalamannya memimpin Gojek, hal utama yang harus dikembangkan dari Sumber Daya Manusia (SDM) yakni logika komputasi (computational logic).

“Maksudnya, sistem pendidikan dari muda, tidak bisa berfokus ke pengharapan dan administrasi silabus,” katanya. Sistem belajar-mengajar semestinya berfokus pada tiga aktivitas, yakni bertanya, mencoba, dan berkarya.

Keterampilan-keterampilan itu dibutuhkan supaya SDM Indonesia siap menyambut revolusi industri 4.0. “Kenapa ada paradigma merdeka belajar? Itu filsafat gerakan di mana guru dan murid tidak terbelenggu sekat yang distandardisasi,” kata dia.

(Baca: Nadiem Bebaskan Kampus Buka Program Studi dengan Universitas Top Dunia)

Dikutip dari siaran resmi Kemendikbud, program merdeka belajar untuk pendidikan tinggi memuat empat perubahan kebijakan. Pertama, otonomi membuka atau mendirikan program studi (prodi) baru diberikan kepada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Swasta (PTS) yang akreditasinya A dan B. Mereka juga telah bekerja sama dengan organisasi dan/atau universitas yang masuk dalam QS Top 100 World Universities.

Pengecualian berlaku untuk prodi kesehatan dan pendidikan. “Seluruh prodi baru akan otomatis mendapatkan akreditasi C,” kata Nadiem dalam siaran pers, bulan lalu (24/2).

Kedua, program re-akreditasi yang bersifat otomatis untuk seluruh peringkat dan bersifat sukarela bagi perguruan tinggi dan prodi yang siap naik peringkat. Ke depan, akreditasi yang ditetapkan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) berlaku selama lima tahun dan otomatis diperbarui.

(Baca: Nadiem Rancang Aturan yang Perbolehkan Mahasiswa Magang 3 Semester)

Ketiga terkait kebebasan bagi PTN Badan Layanan Umum (BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk menjadi PTN Badan Hukum (PTN BH). Terakhir, memberikan hak kepada mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di luar prodi dan mengubah definisi Satuan Kredit Semester (sks).

"Jadi mahasiswa boleh mengambil ataupun tidak sks di luar kampusnya sebanyak dua semester atau setara 40 sks,” kata dia.

Mahasiswa juga dapat mengambil sks di prodi lain di dalam kampusnya sebanyak satu semester. “Ini tidak berlaku untuk prodi kesehatan," ujar Nadiem.

Selama ini, minimnya talenta digital memang menjadi salah satu hambatan bagi startup. Bahkan, berdasarkan survei Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA), startup nasional memang harus mengeluarkan biaya mulai dari Rp 210 juta hingga Rp 1,1 miliar untuk merekrut talenta di tataran pimpinan atau chief level.

(Baca: Cerita Startup Habiskan Rp 1 Miliar untuk Rekrut Talenta Digital)

Hal itu terjadi karena minimnya SDM yang sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan startup. Asosiasi mencatat, secara umum talenta digital dengan gaji termahal di Indonesia yakni teknologi informasi seperti programmer. Disusul oleh  produk manajemen, data atau business intelligence, digital marketing, brand manager, dan sales.

Hasil riset Robert Walters Indonesia mengungkap startup pendidikan, kesehatan, dan teknologi finansial (fintech) pembayaran menawarkan gaji hingga mencapai Rp 1,7 miliar per tahun atau Rp 141,7 juta per bulan pada 2019. Hal itu bisa dilihat dari databoks berikut:

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan