Startup Logistik Diburu Investor Kakap, dari Emtek hingga SoftBank

123RF.com/Cheangchai Noojuntuk
Ilustrasi logistik berikat
Penulis: Desy Setyowati
2/10/2020, 13.15 WIB

Perkembangan e-commerce menjadi berkah bagi startup logistik di Tanah Air. Investor kakap seperti SoftBank hingga konglomerat Grup Emtek pun menggelontorkan dana segar ke perusahaan rintisan di sektor ini.

SoftBank Ventures Asia dan Grup Emtek berpartisipasi dalam pendanaan seri B Waresix pada pertengahan bulan lalu. Pendiri Uber Travis Kalanick juga berinvestasi di startup logistik Indonesia, Kargo Technologies pada Maret 2019.

Investasi ke startup di sektor logistik juga terus mengalir sebelum dan saat ada pandemi corona. Katadata.co.id mencatat, setidaknya ada 12 pendanaan yang diumumkan sejak tahun lalu.

Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) sekaligus COO Paxel, Zaldy Ilham Masita mengatakan bahwa pemain di sektor ini berperan penting dalam ekosistem digital. Setelah e-commerce, teknologi finansial (fintech) dan berbagi tumpangan (ride-hailing) kebanjiran investasi, kini giliran startup logistik.

Investor pun merambah ke beragam model bisnis startup logistik, baik Business to Costumer (B2C), Costumer to Costumer (C2C), Business to Business (B2B) maupun gabungan (B2B2C). “Investasi mulai masuk pasar B2B logistik,” kata Zaldy kepada Katadata.co.id, Jumat (2/10).

Pemain dengan model B2B berkontribusi besar terhadap industri, tetapi operasionalnya lebih sulit dibandingkan B2C dan C2C. “B2B membutuhkan investasi yang sangat besar untuk berkembang, karena jumlah asetnya besar seperti gudang, truk, kapal dan lainnya,” kata dia.

Meski begitu, investor tetap melirik startup logistik dengan model B2B. Salah satu faktor pendorongnya yakni digitalisasi operasional bisnis, sehingga menjadi lebih efisien.

Apalagi biaya logistik di Indonesia tergolong tinggi di Asia, sebagaimana Databoks berikut:

Waresix misalnya, menyediakan truk dan pergudangan. Startup ini mengadopsi teknologi untuk dapat menyediakan solusi manajemen distribusi produk kepada klien, mulai dari memantau konsinyasi di seluruh jalur pengiriman hingga insight untuk meningkatkan efisiensi.

Dengan layanan-layanan itu, Waresix membukukan pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) positif tahun lalu. Beberapa klien yang digaet yakni Unilever, Indofood, Siam Cement Group, Wings, dan JD.ID.

Perusahaan rintisan itu pun sudah mengumpulkan pendanaan US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,4 triliun sejak tahun lalu. Selain SoftBank dan Emtek, EV Growth, Jungle Venture, Pavilion Capital, dan Redbadge Pacific berpartisipasi dalam putaran pendanaan seri B Waresix.

Itu salah satu contoh startup dengan model B2B yang menarik hati investor. Namun, Zaldy memperkirakan bahwa pemain dengan model bisnis ini akan sangat tergantung pada kondisi industri dan perdagangan Indonesia setelah pandemi Covid-19.

Sedangkan tren permintaan layanan B2C dan C2C diperkirakan masih bagus setelah pandemi virus corona usai.

Namun, secara keseluruhan pasar logistik dinilai mengecil dibandingkan tahun lalu, sehingga terjadi perang harga. “Ini yang harus diantisipasi oleh investor, apakah model logistik yang mereka akan suntik kebal resesi atau tidak,” ujar Zaldy.

CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro sepakat bahwa tingginya peminat belanja online mendongkrak permintaan layanan logistik, khususnya B2C dan C2C. Meski begitu, model bisnis B2B yang menyediakan layanan hulu ke hilir (end to end) juga menjanjikan.

“Itu karena dapat mengontrol seluruh mata rantai. Namun perlu dana besar untuk pengembangan armada dan sistemnya, maka membutuhkan investor kakap,” ujar Eddi kepada Katadata.co.id.

Hal senada disampaikan oleh Managing Partner Kejora Ventures Eri Reksoprodjo. Ia menilai, investor melirik startup logistik karena mendukung ekosistem e-commerce.

Selain itu, populasi Indonesia jauh lebih besar ketimbang negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Hal ini menopang bisnis e-commerce, yang juga berdampak terhadap startup logistik.

“Oleh karena itu, startup di sektor ini dilirik investor luar dan dalam negeri, baik ada atau tidak ada pandemi. Itu karena bisnis online di Indonesia sangat menarik,” ujar Eri kepada Katadata.co.id.

McKinsey pun memperkirakan, ada 1,6 miliar paket atas transaksi di e-commerce yang dikirim per tahun, pada 2022. Jumlahnya bisa meningkat lagi, mengingat layanan e-commerce semakin diminati selama pandemi sebagaimana Databoks di bawah ini:

Di satu sisi, operasional bisnis logistik di Tanah Air berkembang pesat. Direktur Utama Lookman Djaja Logistics Kyatmaja Lookman sempat menyampaikan bahwa Gojek dan Grab mengubah tren bisnis logistik melalui GoSend dan GrabExpress.

Gambaran yang paling terlihat yakni bisnis logistik tak lagi identik dengan muatan banyak. “Sekarang trennya muatan sedikit, tetapi cepat," kata Lookman saat mengikuti seminar bertajuk 'Outlook Industri Transportasi Darat dan Logistik, pada akhir 2018 lalu.

Benar saja. Layanan pengiriman sehari atau sameday delivery menjadi tren saat ini. Perusahaan konvensional seperti JNE, J&T, Tiki pun menyediakan layanan serupa GoSend dan GrabExpress.

Selain itu, muncul startup logistik yang mengusung teknologi dan konsep baru. Paxel misalnya, mengimplementasikan maha data (big data) dan algoritme untuk menentukan lokasi hub penyimpanan paket.

Sedangkan titik penyimpanannya berupa loker pintar. Paxel pun menawarkan layanan pengiriman barang antarkota dan provinsi dalam sehari, dengan konsep estafet.

Ada juga Iruna, yang memperkenalkan sistem spiderloop. Perusahaan menggunakan kendaraan sebagai moving hub, sehingga titik transitnya tidak permanen.

Cara itu diklaim mengurangi biaya operasional hingga 50% dibandingkan konvensional.

Kemudian RaRa yang juga menyediakan layanan pengiriman sehari, dengan menerapkan tiga strategi. Ketiganya yakni diversifikasi armada, pengiriman langsung kepada konsumen supaya tidak membangun pusat penyortiran, dan adopsi teknologi untuk meningkatkan produktivitas kurir.

RaRa pun memperoleh pendanaan tahap awal (seed funding) US$ 1,2 juta atau sekitar Rp 19,7 miliar, dari modal ventura asal Amerika Serikat (AS) 500 Startups dan yang di Singapura AngelCentral. Pada April 2019, startup ini juga mendapat dana segar dari investor individu (angel investor).

Yang teranyar, Bukalapak merambah bisnis logistik sebagai agregator melalui BukaSend pada akhir bulan lalu. Unicorn Tanah Air ini akan bersaing dengan Shipper, yang dikabarkan mengakuisisi dua perusahaan sejenis yakni Pakde dan Porter.

Wakil Sekretaris Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Andreas Surya mengatakan, startup logistik tumbuh signifikan di masa pagebluk corona ini. Salah satunya faktor pendorongnya yakni e-commerce.

Berdasarkan laporan AppsFlyer bertajuk ‘The State of Shopping App Marketing 2020 Edition’, waktu yang dihabiskan konsumen Indonesia di platform e-commerce meningkat 70% selama Februari-Juni.

Selain itu, Facebook dan Bain & Company memperkirakan bahwa nilai transaksi belanja online di Indonesia hampir US$ 72 miliar atau sekitar Rp 1.047,6 triliun pada 2025. Angka ini melonjak dibandingkan proyeksi awal US$ 48 miliar.

Proyeksi nilai transaksi belanja online melonjak menjadi US$ 147 miliar di Asia Tenggara pada 2025. Angka ini juga meningkat dibandingkan prediksi awal yang hanya US$ 120 miliar.

Andreas pun mengatakan, sektor logistik menempati urutan ketiga startup yang diminati investor. Posisi pertama dan kedua ditempati oleh pesan antar makanan (food delivery) dan fintech.

Akan tetapi, “pesan-antar makanan, e-commerce dan logistik itu saling terkait,” ujar Andreas.

Berdasarkan laporan Ken Research, pertumbuhan tahunan pasar logistik Indonesia diperkirakan 7,9% selama 2020-2024. Nilainya diprediksi mencapai US$ 300,3 miliar dalam empat tahun ke depan.

Namun biaya logistik di Indonesia tergolong tinggi, bahkan jika dibandingkan negara tetangga. Besarannya sekitar 25% -30% dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh lebih tinggi ketimbang negara maju, yang rerata di bawah 5%.

Selain itu, volume barang yang dikirim menggunakan kereta api hanya sekitar 1% dari total. “Ada kebutuhan mendesak untuk penyebaran jaringan rel di perkotaan, supaya dapat mengalihkan jalur untuk pengangkutan barang dan penumpang yang kelebihan beban,” demikian dikutip dari MarketResearch.com.

Biaya logistik memang menjadi tantangan industri ini. Faktor utamanya, karena Indonesia memiliki 17.500 pulau yang membentang seluas 1.905 juta kilometer persegi.

Di satu sisi, logistik berkontribusi 24 % terhadap PDB nasional pada 2016. Data Bank Dunia pada 2016 menunjukkan, Indonesia berada di posisi ke-63 dari 160 negara terkait performa logistik.

Infografik_Pendanaan startup logistik (Katadata)
Reporter: Desy Setyowati, Fahmi Ahmad Burhan, Cindy Mutia Annur