Google, Temasek, dan Bain dalam laporan bertajuk e-Conomy SEA 2020 memperkirakan, nilai ekonomi berbasis internet di Asia Tenggara mencapai US$ 105 miliar atau sekitar Rp 1.475 triliun pada tahun ini. Sebanyak US$ 44 miliar atau Rp 619 triliun di antaranya disumbang oleh Indonesia.
Nilai ekonomi digital di Indonesia tumbuh 11% dibandingkan tahun lalu (year on year/yoy), sementara Vietnam 16%. “Pertumbuhannya masih double digits,” demikian dikutip dari laporan tersebut, yang dirilis Selasa (10/11).
Pertumbuhan di Malaysia, Filipina, dan Thailand sekitar 6-7%. Sedangkan Singapura turun 24% menjadi US$ 9 miliar tahun ini, terutama karena sektor pariwisata atau online travel.
Pada 2025, nilai ekonomi digital di regional diprediksi tumbuh 24% menjadi US$ 309 miliar. Sedangkan Indonesia diramal meningkat 23% menjadi US$ 124 miliar. Angka ini menurun dibandingkan proyeksi 2019 yang mencapai US$ 133 miliar.
Proyeksi nilai ekonomi tersebut berdasarkan transaksi bruto (gross merchandise value/GMV) lima sektor, yakni e-commerce, berbagi tumpangan (ride-hailing) dan pesan-antar makanan, media digital, online travel, serta finansial.
Di Asia Tenggara, GMV e-commerce diprediksi melonjak 63% yoy menjadi US$ 62 miliar pada tahun ini dan naik 23% menjadi US$ 172 miliar pada 2025. Nilai transaksi online media diproyeksikan tumbuh 22% menjadi US$ 17 miliar tahun ini.
“Lebih dari sepertiga transaksi di e-commerce berasal dari konsumen baru. Delapan dari 10 dari mereka berniat untuk terus berbelanja online (pasca-pandemi corona),” demikian dikutip dari laporan tersebut.
Nilai transaksi sektor transportasi dan pesan-antar makanan diramal tumbuh negatif 11% menjadi US$ 11 miliar. “Mobilitas di perkotaan memang turun hingga 80% di Asia Tenggara saat karantina wilayah (lockdown),” demikian dikutip. Namun, “permintaan pesan-antar makanan meningkat.”
Sedangkan nilai transaksi online travel yang diprediksi anjlok 58% menjadi US$ 14 miliar tahun ini. Meski begitu, “enam hingga tujuh dari 10 konsumen tidak sabar ingin bepergian,” demikian dikutip. Di Indonesia, berwisata di daerah terdekat atau staycations meningkat empat kali lipat pada Juli-Agustus dibandingkan bulan sebelumnya.
Untuk sektor keuangan seperti teknologi finansial (fintech), transaksinya diprediksi tumbuh pada semua jenis layanan. Rinciannya dapat dilihat pada Tabel di bawah in:
Layanan | Kenaikan yoy | GMV 2020 US$/miliar | Kenaikan dibanding 2020 | GMV 2025 US$/miliar |
Pembayaran | 3 % | 620 | 15 % | 1.200 |
Remitansi | 43 % | 15 | 18 % | 35 |
Asuransi | 30 % | 2 | 31 % | 7,6 |
Pinjaman | 0 % | 23 | 32 % | 92 |
Investasi | 116 % | 21 | 32% | 84 |
Sumber: laporan Google, Temasek dan Bain and Company bertajuk e-Conomy 2020
Google, Temasek, dan Bain and Company mencatat, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta konsumen mulai mengadopsi layanan keuangan digital. “Perubahan perilaku akan berlanjut. Adopsi dan penetrasinya diprediksi meningkat,” demikian dikutip.
Co-founder sekaligus Managing Partner di East Ventures Willson Cuaca mengatakan, pandemi virus corona mendongkrak transaksi di beberapa sektor seperti e-commerce dan platform penyedia kebutuhan sehari-hari. Begitu juga dengan layanan belajar online seperti Ruangguru, serta media online.
“E-commerce Tanah Air menyumbang 50% transaksi industri di Asia Tenggara. Porsi ini akan terus bertahan, terutama jika Indonesia bisa tumbuh melalui jebakan kelas menengah (middle income trap),” kata Willson dalam pernyataan resminya, Selasa (10/11).
Di satu sisi, survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII) menunjukkan bahwa jumlah pengguna internet Indonesia naik 8,9% dari 171,2 juta pada 2018 menjadi 196,7 juta per kuartal II 2020. “Fondasi digital sudah dibangun dengan baik. Penduduk semakin terbiasa dengan penggunaan teknologi, model bisnis pun semakin kokoh,” ujar dia.
Ia menilai, laporan Google, Temasek, dan Bain and Company memvalidasi pembangunan ekonomi digital di Nusantara yang melewati semua negara di Asia Tenggara. “Berpotensi meloncat (leap frog) dan bisa dibandingkan dengan ekonomi-ekonomi digital besar lain di seluruh dunia,” katanya.
Momentum ini harus dijaga oleh para startup dan disiplin keuangan, sehingga bisa bertahan dengan baik selama masa resesi. Selain itu, terus membangun fondasi bisnis agar bisa menangkap peluang dari bonus demografi Indonesia dan Asia Tenggara dalam beberapa tahun ke depan.