Perusahaan ‘Cek Kosong’ Buka Peluang IPO Unicorn Indonesia Tahun depan

ANTARA FOTO/REUTERS/Brendan McDermid/ama/cf
Layar yang menampilkan harga saham di atas lantai bursa New York Stock Exchange (NYSE) terlihat setelah penutupan perdagangan di New York, Amerika Serikat, Kamis (12/3/2020).
29/12/2020, 12.51 WIB

Perusahaan cek kosong alias SPAC dinilai membuka peluang bagi startup Indonesia untuk mencatatkan saham perdana atau IPO pada 2021. Setidaknya ada dua indikator yang mendorong unicorn untuk melantai di bursa saham tahun depan.

Pertama, investor Grab dan Tokopedia yakni SoftBank mengajukan izin pendirian perusahaan akuisisi bertujuan khusus atau SPAC untuk mengumpulkan US$ 525 juta.

Selain itu, perusahaan SPAC yang terafiliasi dengan Saratoga Investama Sedaya yakni Provident Acquisition Corp berencana IPO di bursa saham Amerika Serikat (AS). Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno memiliki saham di Saratoga.

Provident Acquisition Corp didirikan berdasarkan hukum Cayman Islands. Berdasarkan laman resmi Nasdaq, SPAC ini menargetkan US$ 200 juta atau Rp 2,8 triliun dari IPO.

Kedua, perusahaan rintisan jumbo Tanah Air seperti Gojek, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak sudah merencanakan IPO. “Saya rasa, startup dengan valuasi di atas US$ 3 miliar, memiliki cash flow positif dan prospek yang baik, dianggap sebagai kandidat SPAC yang menarik,” ujar Managing Partner Kejora Ventures Eri Reksoprodjo kepada Katadata.co.id, Senin (28/12).

Namun, menurutnya startup tentu akan mempertimbangkan sentimen pasar, khususnya equity primary market, sebelum memutuskan IPO pada 2021. “Jika sentimennya cukup baik untuk perusahaan, kemungkinan besar IPO startup seri D ke atas akan memiliki prospek yang baik,” kata dia.

Sebelumnya, Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee tidak menjelaskan apakah SPAC berpotensi mempercepat IPO para unicorn Tanah Air. Namun, “mungkin saja tahun depan,” kata dia kepada Katadata.co.id, pekan lalu (23/12). “Kalau syarat dipermudah, mungkin mereka masuk pasar.”

SPAC mempermudah startup untuk menjadi perusahaan terbuka. SPAC disebut perusahaan cek kosong karena tidak memiliki operasi apa pun. Perusahaan jenis ini merupakan sarana investasi yang dibuat khusus untuk mengumpulkan dana para orang kaya.

Selanjutnya, dana itu dipakai untuk membiayai peluang merger atau akuisisi dalam jangka waktu yang ditetapkan. Tapi, target perusahaan yang dimerger atau diakuisisi biasanya belum diidentifikasi.

Jadi, IPO SPAC digunakan untuk menyelesaikan kesepakatan masa depan dengan perusahaan tertentu. Korporasi yang diakuisisi atau merger otomatis menjadi perusahaan publik, tanpa melalui proses penjang.

Keuntungan IPO lewat SPAC (CB Insights)

Salah satu SPAC yang mengincar startup Asia Tenggara yakni Bridgetown Holdings Ltd. Perusahaan yang didukung oleh miliarder Richard Li dan Peter Thiel ini mengumpulkan US$ 550 juta dari IPO pada Oktober lalu.

(BACA JUGA: Mengenal SPAC, 'Kendaraan' Tokopedia untuk Tembus Bursa Saham AS)

IPO itu disebut-sebut bertujuan mengakuisisi Tokopedia. Bridgetown dikabarkan mengkaji merger dengan unicorn e-commerce tersebut.

Selain Tokopedia, Indonesia memiliki tiga unicorn atau startup dengan valuasi US$ 1 miliar lebih yaitu Traveloka, Bukalapak, dan OVO. Lalu, ada satu decacorn atau bervaluasi lebih dari US$ 10 miliar, yakni Gojek.

Meski dua di antaranya sudah mengkaji IPO lewat SPAC, Hans mengatakan ada beberapa hal yang dianalisis perusahaan sebelum menawarkan saham perdana pada tahun depan. Salah satunya, mengukur optimisme pasar. “Kalau optimistis, kemampuan menyerapnya tinggi,” katanya. Namun, ini tergantung dari popularitas startup.

(BACA JUGA: Seperti Tokopedia, Traveloka Kaji IPO lewat Perusahaan "Cek Kosong")

Selain itu, masih ada pandemi corona. Ia memperkirakan, pemberian vaksin virus corona membutuhkan waktu enam bulan hingga setahun.

Pertimbangan lainnya yakni pertumbuhan ekonomi. Sedangkan perekonomian Indonesia tumbuh negatif pada kuartal II dan III, sebagaimana Databoks di bawah ini:

Di satu sisi, perusahaan rintisan juga menghadapi hambatan dari sisi neraca keuangan. “Sebagian besar masih rugi, jadi yang ‘dijual’ yakni ekspektasi. Tantangannya meyakinkan kalau bisnis mereka bisa untung,” ujar Hans.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna tak dapat berkomentar mengenai potensi IPO lewat SPAC di Tanah Air, karena belum ada yang mengajukan. Namun, "ada banyak kesempatan diskusi dengan para pendiri startup terkait IPO maupun investor seperti private equity dan modal ventura," kata dia, Kamis (24/12).

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan