Bagaimana Startup RI Antisipasi Dampak Ancaman Resesi AS hingga Eropa?

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
Warga mengamati aplikasi-aplikasi startup yang dapat diunduh melalui telepon pintar di Jakarta, Selasa (26/10/2021).
25/7/2022, 14.29 WIB

Sejumlah negara terancam masuk jurang resesi ekonomi tahun depan, termasuk Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa. Investor dari kalangan modal ventura pun memberikan saran kepada startup untuk mengantisipasi dampaknya.

Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen memperingatkan bahwa inflasi AS pada Juni mencapai 9,1%.

Data Biro Statistik Tenaga Kerja AS juga menunjukkan, inflasi bulan lalu lebih tinggi dari prediksi Dow Jones 8,8% maupun realisasi Mei 8,6%. Inflasi Juni juga merupakan yang tertinggi sejak November 1981. 

Survei Financial Times menyebutkan, hampir 70% dari 49 ekonom dan akademisi memprediksi resesi ekonomi AS terjadi tahun depan. Bank of America (BofA) Securities memperkirakan hal serupa.

Bendahara Asosiasi Modal Ventura Seluruh Indonesia (Amvesindo) Edward Ismawan Chamdani mengatakan, resesi di Amerika akan memengaruhi pendanaan, khususnya bagi startup Indonesia di tingkat pertumbuhan atau growth stage.

"Investasi bagi startup di level unicorn dan decacorn, serta animo pasar modal secara umum juga terpengaruh," kata Edward kepada Katadata.co.id, Senin (25/7).

Unicorn merupakan sebutan bagi startup dengan valuasi di atas US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun. Sedangkan decacorn di atas US$ 10 miliar atau Rp 140 triliun.

Ia memprediksi, pendanaan dari AS untuk startup turun. Sebab, ancaman resesi bisa menjadi sentimen negatif bagi investasi di sektor teknologi. 

Oleh sebab itu, Edward menilai startup harus menyiapkan diri dalam menghadapi situasi ini.

Ia memberikan sejumlah saran agar startup bisa bertahan di tengah kondisi ekonomi global tersebut, sebagai berikut:

1. Menjaga fundamental bisnis

"Sebab, fundamental bisnis yang baik biasanya memastikan jalan menuju profitabilitas," kata Edward.

Fundamental di startup bisa terlihat dari sisi pangsa pasar hingga lintasan pertumbuhan.

2. Startup harus lebih fit dari sisi model bisnis dan rantai pasok

"Sebab, saat kondisi ekonomi global turun, ada suatu area atau model bisnis yang terpengaruh," katanya. 

Sebelumnya, Ketua Umum Amvesindo Eddi Danusaputro juga mengatakan bahwa resesi AS akan berpengaruh terhadap likuiditas. “Terutama dari investor asing, ini membuat pendanaan berkurang,” kata dia kepada Katadata.co.id, tiga pekan lalu (8/7).

Ia tidak mengungkapkan seberapa besar pengaruh investasi asing, terutama dari AS itu kepada ekosistem startup di Indonesia. Namun, sejumlah investor asal AS tercatat rajin berinvestasi di perusahaan rintisan Indonesia.

Lightspeed Ventures misalnya, terlibat dalam putaran pendanaan Ula, Shipper, Chilibeli, dan Pintu.

Kemudian Y Combinator gencar berinvestasi di Indonesia. Daily Social mencatat bahwa Y Combinator menjadi investor spesialis tahap awal di Indonesia, karena melakukan lima transaksi pendanaan kepada startup di Tanah Air selama kuartal I.

Oleh karena itu, dia menyarankan dua hal kepada perusahaan rintisan, yakni:

1. Startup perlu melakukan efisiensi 

"Tujuannya, agar runway jadi lebih panjang," katanya. Runway merupakan istilah yang menggambarkan panjangnya umur startup.

2. Bentuk efisiensi yang bisa dilakukan startup beragam, seperti mengurangi promo atau menunda peluncuran produk, rencana ekspansi maupun rekrutmen karyawan baru. Bisa juga melakukan PHK.

3. Startup perlu mempertimbangkan waktu yang tepat dalam mendapatkan pendanaan

"Jadi, pendanaan ini idealnya harus jauh-jauh hari sebelum runway startup akan habis," ujar Eddi.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan