Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meminta e-commerce di Indonesia untuk mengintegrasikan datanya. Bukalapak hingga Lazada pun merespons permintaan pemerintah tersebut.
Associate Vice President of Public Policy and Government Relations Bukalapak Bima Laga mengatakan, perusahaannya tidak memfasilitasi pembelian barang langsung dari luar negeri. Justru Bukalapak menyediakan layanan ekspor ke Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Hong Kong, dan Taiwan melalui BukaGlobal.
Meski begitu, ia menegaskan bahwa perusahaannya bakal mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan daya saing produk lokal. “Kami percaya kolaborasi antara e-commerce, pemerintah dan para penggerak industri akan memajukan industri usaha kecil,” katanya kepada Katadata.co.id, Selasa (23/7).
(Baca: Dipanggil Luhut, CEO Tokopedia Jelaskan Banjir Impor di E-commerce)
Hal senada disampaikan oleh Vice President of Government Affairs Lazada Indonesia Budi Primawan. “Kami berkomitmen untuk menjadi bagian dari kemajuan Indonesia. Tentang hal ini (integrasi data) kami akan berkoordinasi dengan instansi, stakeholder dan pelaku usaha terkait,” kata dia.
VP of Corporate Communications Tokopedia Nuraini Razak mengatakan, perusahaannya hanya memfasilitasi transaksi di dalam negeri. “Karena model bisnis Tokopedia adalah marketplace domestik, yang tidak memungkinkan adanya impor di dalam platform, maka kami tidak memiliki data impor yang dimaksud,” kata dia.
Dia menegaskan, produk yang diperdagangkan di platform-nya sudah berada di Indonesia. Itu artinya, barang yang dijual di Tokopedia sudah melalui proses bea cukai dari distributor.
(Baca: Transaksi Lintas Negara E-Commerce Meningkat, Pemerintah Godok Aturan)
Menanggapi kondisi tersebut, Ketua Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung mengatakan, asosiasinya akan berdiskusi dengan DJBC terkait impor besok (24/7). “Secara teknis, memungkinkan dilakukan integrasi data. Hanya, pelaku usahanya mau atau tidak?” kata dia.
Dia menyebutkan, ada dua jenis barang impor. Pertama, terkait perdagangan luar negeri (cross border). Kedua, produk impor umum yang sudah diproses DJBC Kemenkeu.
Sepengetahuannya, barang impor lewat perdagangan antar negara atau cross border kurang dari 5% dari total. “Setahu saya, yang besar itu impor umum seperti ponsel, laprop dan lainnya. Tapi tidak jelas mana impor lewat e-commerce dan yang bukan. Kan ada juga yang dijual offline,” katanya.
(Baca: Bahas E-commerce, Asosiasi Surati 2 Divisi Baru Ditjen Pajak)
Secara umum, dia berharap pemerintah memperhatikan unsur keadilan dalam menetapkan kebijakan. Misalnya, integrasi data diterapkan juga untuk pedagang yang berjualan secara konvensional atau offline.
Peneliti Keamanan Siber dari Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menilai, integrasi data akan lebih efektif menggunakan big data ketimbang aplikasi pemrogaman antarmuka (Application Programming Interface/API).
“API itu mengoneksikan, bukan mengambil data. Data diambil secara crawl, kalau itu milik publik. Kalau dengan big data bisa ketahuan (data transaksi),” kata dia, Maret lalu.
Sebelumnya, Direktorat Jenderap (Ditjen) Pajak Kemenkeu juga meminta e-commerce untuk mengintegrasikan data. Namun, hal itu belum juga dilakukan.
(Baca: Fitur Tukar Tambah Ponsel Tokopedia Laris Sejak Diluncurkan April)