ESDM Pastikan Perdagangan Karbon pada PLTU Tak Kerek Tarif Listrik
Kementerian ESDM menegaskan pelaksanaan perdagangan karbon di sektor pembangkit listrik tahun ini, terutama pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara, tidak akan berpengaruh pada pergerakan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik. Sehingga, tarif listrik di lingkup industri maupun rumah tangga tidak akan naik.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan bahwa perdagangan karbon di sektor ketengalistrikan tak mengganggu besaran hitungan keekonomian produksi listrik dari 99 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang mengikuti mekanisme ini.
“Saya sampaikan ini angkanya cukup bersahabat. Peningkatan efisiensi ini tidak memerlukan biaya, sehingga tidak akan menaikan BPP listrik di pembangkit tersebut,” kata Dadan saat ditemui wartawan di Gedung Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Jakarta, pada Selasa (24/1).
Mekanisme perdagangan karbon di sektor pembangkit listrik yang dimulai awal 2023 diharap bisa menurukan emisi karbon dan gas rumah kaca sebesar 500 ribu ton dalam periode Januari-Desember tahun ini.
Pelaksanaan perdagangan karbon itu diatur melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 16 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik yang ditetapkan oleh Menteri ESDM pada akhir Desember 2022.
Permen ini merupakan regulasi turunan dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.
Penetapan Batas Emisi PLTU
Permen ESDM Nomor 16 Tahun 2022 mengatur sejumlah hal teknis ihwal implementasi perdagangan karbon di sektor pembangkit listrik. Satu diantaranya adalah Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi (PTBAE).
PTBAE adalah persetujuan teknis yang ditetapkan oleh Menteri ESDM mengenai batas maksimum tingkat emisi gas rumah kaca dari pembangkit listrik yang ditetapkan dalam suatu periode tertentu.
Sementara itu, penetapan PTBAE berlaku untuk PLTU yang terhubung ke jaringan tenaga listrik PT PLN. Sementara penentuan PTBAE untuk PLTU di luar usaha PLN atau untuk kepentingan sendiri baru ditetapkan paling lambat pada 31 Desember 2024.
Pelaksanaan PTBAE akan dijalankan secara bertahap dalam tiga fase. Fase pertama yang berlansung sejak 2023 hingga 2024 hanya berlaku pada PLTU batu bara. Kementerian ESDM menetapkan empat kelompok batas emisi pada fase pertama pelaksanaan perdagangan karbon sektor kelistrikan.
Makin besar kapasitas produksi listrik PLTU yang berimplikasi pada makin besarnya volume batu bara yang dibakar, maka batas emisi yang ditetapkan juga semakin ketat.
Kelompok PLTU non mulut tambang dengan kapasitas terpasang di atas 400 megawatt (MW) dikenakan batas emisi paling ketat di angka 0,911 ton CO2e. Kemudian untuk kelompok PLTU non mulut tambang dengan kapasitas terpasang di rentang 100 MW sampai sama dengan 400 MW diputuskan batas emisi sebesar 1,011 ton CO2e per MWh.
Selanjutnya, PTBAE untuk PLTU mulut tambang di atas 100 MW ditetapkan 1,089 CO2e per MWh dan kuota emisi untuk PLTU non mulut tambang maupun yang berada di mulut tambang dengan kapasitas terpasang 25 MW sampai sama dengan 100 MW sejumlah 1,297 ton CO2e per MWh.
“PTBAE ini akan terus diturunkan, enggak tetap, tiap tahun akan dinamis. Turunnya berapa kami akan tanya ke stakeholder, tahun depan siapnya, angka ini kan masih komunikasi,” ujar Dadan.