Jokowi Akan Terbitkan Aturan Perdagangan Karbon Awal Desember 2020

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut Presiden Joko Widodo akan mengeluarkan aturan perdagangan karbon pada awal Desember 2020.
25/11/2020, 14.26 WIB
Ilustrasi emisi karbon. (Arief Kamaludin (Katadata))

Perdagangan Karbon Hanya Untungkan Perusahaan

Perdagangan karbon atau carbon trading merupakan kompensasi yang diberikan oleh negara-negara industri maju (penghasil karbon) untuk membayar kerusakan lingkungan akibat asap karbondioksida kepada negara pemilik hutan (penyerap karbon). Mekanisme perdagangannya telah menjadi solusi di beberapa negara dalam mengurangi gas rumah kaca dan perubahan iklim.

Rencana penerapannya sempat mendapat penolakan dari organisasi lingkungan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) berpendapat perdagangan karbon merupakan upaya makelar dalam mencari keuntungan untuk menciptakan perdagangan baru.

Yang merasakan hasilnya adalah perusahaan yang berdagang karbon. "Ini motifnya bisnis, yang menikmati bukan alam dan mereka yang hidup di sekitar alam," ujar Manager Kampanye Iklim Eksekutif Nasional WALHI Yuyun Harmono saat dihubungi Katadata.co.id, beberapa waktu lalu.

Tak hanya itu, ia juga menilai perdagangan karbon berpotensi memberikan celah bagi perusahaan yang bergerak di industri ekstraktif untuk tidak benar-benar secara serius menurunkan emisi gas buang. Padahal, perusahaan yang bergerak di industri itu seharusnya dapat mentransformasi bisnisnya dari energi tak ramah lingkungan ke baru terbarukan (EBT).

Namun dengan adanya karbon kredit, sektor industri dapat leluasa mengompensasi, membayar sejumlah uang tanpa harus repot-repot menjaga emisi gas buang yang dikeluarkan. "Mereka akan melanjutkan aktivitasnya, terus menghasilkan emisi dengan membeli karbon di tempat lain," kata Yuyun. Pemerintah sebaiknya tidak melegalkan aturan ini hanya demi mencari cuan.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan