Perusahaan energi asal Hong Kong, CLP Holdings Ltd. tengah mempertimbangkan untuk membangun pembangkit energi terbarukan tenaga angin di lepas pantai. Hal ini lantaran sempitnya lahan di negara yang menargetkan net zero emissions pada 2050.
Untuk mencapai target tersebut, Hong Kong yang merupakan salah satu kota dengan harga lahan tertinggi di dunia, harus mengurangi konsumsi bahan bakar fosil yang saat ini menyumbang hingga 75% dari seluruh pembangkit listriknya. Sedangkan 25% sisanya bersumber dari energi terbarukan dan nuklir yang diimpor dari Tiongkok.
CLP merupakan satu dari dua perusahaan listrik di Hong Kong. Terbatasnya lahan menjadi tantangan besar untuk membangun pembangkit energi bersih. Oleh karena itu CLP tengah meninjau kembali teknologi pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai.
Perusahaan ini akan mengajukan proposal pembangunan ladang angin lepas pantai untuk rencana pengembangan lima tahun mulai 2023. “Sekarang jauh lebih ekonomis membangun ladang tenaga angin lepas pantai daripada 10 tahun lalu,” kata Chief Executive Officer (CEO) CLP Richard Lancaster, seperti dikutip Bloomberg, Senin (12/4).
Pada 2010 CLP telah mengajukan proposal untuk membangun ladang tenaga angin lepas pantai di perairan tenggara Hong Kong. Namun ketika itu biaya proyek yang angin lepas pantai yang rata-rata mencapai US$ 134 per megawatt hour.
Namun saat ini biaya tersebut telah turun menjadi sekitar US$ 89 atau sekitar Rp 1,3 juta per megawatt hour. Lancaster juga mengatakan bahwa saat ini juga lebih mudah untuk mengembangkan proyek semacam itu di lepas pantai dekat Hong Kong.
Ini karena terjadi ledakan pembangunan lepas pantai yang di Korea Selatan, Taiwan, dan Tiongkok, yang berarti ada lebih banyak kapal yang memiliki spesialisasi dalam membangun menara turbin yang menjulang tinggi.
"Kami terus mempertimbangkan kelayakan proyek dengan turbin baru yang lebih efektif pada kecepatan angin yang relatif sederhana yang terlihat di perairan Hong Kong," kata CLP dalam sebuah pernyataan.
Terkait sumber energi terbarukan lainnya, Lancaster mengatakan bahwa tenaga surya menjadi bagian yang relatif lebih kecil dari bauran energi di Hong Kong, sementara nuklir, hidrogen, dan baterai listrik akan memiliki perannya masing-masing.
CLP tidak mengesampingkan melakukan investasi di Tiongkok, dan tengah menjajaki proyek energi terbarukan di Vietnam.