Kementerian ESDM masih menggodok draft rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) untuk periode 2021-2030. Meski begitu, tambahan kapasitas pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT) dalam 10 tahun ke depan diproyeksi minimal sebesar 20 gigawatt (GW).
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana, mengatakan pembahasan draft RUPTL masih dalam proses finalisasi. Namun pemerintah berkomitmen untuk mendorong kapasitas pembangkit dari EBT lebih besar.
"Semangatnya adalah pembangkit listrik EBT lebih besar. Kapasitas tambahan kira-kira akan berada di sekitar minimal 20 GW selama 10 tahun ke depan," kata Dadan kepada Katadata.co.id, Selasa (7/9).
Selain itu, ia juga menyebut potensi tambahan investasi dalam 10 tahun kedepan diperkirakan mencapai Rp 400 triliun. Basis perhitungan tersebut juga berasal dari rencana pembangunan dalam draft RUPTL 2021-2030 untuk pembangkit listrik EBT yang bersumber dari hidro, surya, angin, bioenergi dan panas bumi.
Adapun dari draft RUPTL dan dengan mempertimbangkan ketersebaran potensi. Maka hidro akan lebih dominan dalam bauran EBT dan besaran investasinya, kemudian diikuti oleh panas bumi dan surya.
PLN sebelumnya mengklaim RUPTL untuk periode 2021-2030 sebagai yang paling hijau alias ramah lingkungan. Pasalnya, porsi pembangkit energi baru terbarukan (EBT) dalam draf RUPTL diusulkan sebesar 51,6%, jauh lebih tinggi dari RUPTL 2019-2028 yang hanya 30%.
Besaran porsi pembangkit EBT dalam draf ini pun beberapa kali mengalami perubahan. Sebelum diusulkan sebesar 51,6%, pemerintah menargetkan porsi pembangkit EBT berkisar 48%. "Kami ingin, ini menjadi RUPTL paling hijau yang pernah diusulkan oleh PLN," kata Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Syahril.
Meski demikian, Bob belum dapat memastikan kapan RUPTL 2021-2030 akan terbit. Hal itu karena keputusan terbitnya RUPTL berada di tangan Kementerian ESDM. "Ini baru usulan, RUPTL belum ditetapkan. Targetnya kami harapkan secepat mungkin," ujarnya.