Ridwan Kamil: Mobil Listrik Belum Ideal Kalau PLTU Masih Dominan

ANTARA FOTO/REUTERS/Antonio Bronic
Mobil listrik sedang di isi ulang.
21/9/2021, 15.02 WIB

Selain menurunkan konsumsi BBM, kendaraan listrik juga bisa menurunkan emisi karbon. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa sebelumnya menyebut guna mendapatkan kedua manfaat itu maka sumber untuk mengisi baterainya harus dari EBT.

Dari kajian IESR, emission factor di Indonesia sebesar 0,8 kilogram karbondioksida per kiloWatt hour (kWh). Apabila listrik ini untuk kendaraan listrik, maka produksi gas rumah kacanya lebih tinggi daripada kendaraan berbahan bakar minyak. "Ini karena tingginya emisi dari listrik untuk mengisi baterai," kata Fabby.

Di negara-negara Eropa, pembangkit energi terbarukan porsinya lebih besar daripada PLTU. Hal ini membuat faktor emisi dari kendaraan listriknya sekitar 0,3-0,4 kilogram (kg) karbondioksida (CO2) per kilometer (km). Sedangkan di Indonesia, dengan bauran energi saat ini, maka emisi kendaraan listrik mencapai 0,82 kg CO2 per km.

IESR menghitung agar emisi kendaraan listrik dapat berkurang, maka pembangkit energi terbarukan harus mencapai di atas 25% dari keseluruhan pasokan listrik. Target bauran energi 23% di 2025 tidak boleh gagal.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan