Tak Mau Kalah dari Australia, RI Bidik Ekspor Listrik EBT ke Singapura

ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/foc.
Pekerja membersihkan panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Praya, Lombok Tengah, NTB, Selasa (2/2/2021).
24/9/2021, 17.36 WIB

Kementerian ESDM tengah mengkaji dan menjajaki potensi ekspor listrik yang bersumber dari energi baru terbarukan (EBT) ke Singapura. Hal ini menyusul rencana perusahaan asal Australia, Sun Cable, membangun kabel bawah laut melalui perairan Indonesia.

Kabel bawah laut tersebut akan digunakan untuk mengekspor dan menghantarkan listrik yang bersumber dari EBT ke Singapura. Untuk rencana tersebut, Sun Cable akan berinvestasi sebesar US$ 2,58 miliar atau sekitar Rp 37 triliun di Indonesia.

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Chrisnawan Anditya mengatakan bahwa pemerintah terbuka bagi semua pihak maupun negara yang akan berinvestasi di Indonesia, khususnya di bidang energi terbarukan, asalkan dapat bermanfaat dan berdampak positif terhadap pengembangan EBT, serta ekonomi hijau di Indonesia.

Namun pemerintah juga melihat peluang yang sama untuk mengekspor listrik ke Singapura. Mengingat potensi EBT di dalam negeri jumlahnya masih cukup melimpah.

"Indonesia juga berlimpah dengan potensi EBT yang siap untuk dikembangkan dan ditawarkan kepada semua pihak dan negara lain. Saat ini tengah dijajaki dan dikaji potensi mengekspor listrik EBT ke Singapura," kata Chrisnawan kepada Katadata.co.id, Jumat (24/9).

Dia mengklaim bahwa rencana ekspor listrik tersebut tak ada kaitannya dengan investasi Sun Cable di Indoensia. Pemerintah akan memanfaatkan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) untuk menyuplai kebutuhan listrik di Singapura.

Pasalnya, potensi pasar listrik bersih di Singapura cukup menjanjikan. Dengan luas lahan yang terbatas untuk membangun pembangkit listrik EBT, impor listrik menjadi salah satu opsi untuk memenuhi kebutuhan energi bersih Singapura.

"Berbeda dengan Sun Cable, potensi EBT yang kita miliki yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan peluang ekspor ke negara tetangga. Saat ini sumbernya dari PLTS," katanya.

Seperti diketahui, Sun Cable saat tengah menggarap proyek Australian-Asia Power Link (AAPowerLink) yang digadang-gadang sebagai proyek EBT terbesar di dunia. Proyek ini memanfaatkan teknologi untuk mengekspor listrik EBT dalam skala besar dari Australia yang juga akan dihubungkan ke Indonesia.

CEO Sun Cable David Griffin, sebelumnya menyatakan dukungannya atas komitmen pemerintah Indonesia dalam menarik penanaman modal asing serta keinginan kuat untuk mengurangi emisi karbon. Indonesia menurut dia merupakan salah satu bagian penting dalam mensukseskan proyek AAPowerlink.

luhut (Kemenko Marves)

Pasalnya, perusahaan memiliki pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terbesar di dunia hingga mencapai 17 gigawatt, dan baterai terbesar di dunia mencapai 36 gigawatt, sistem transmisi transit terpanjang di dunia 4.200 kilometer. Sehingga semua dukungan Indonesia itu sangat penting untuk merealisasikan proyek ini.

"Hari ini kita mencapai titik penting, pemerintah telah merekomendasikan rute melalui perairan Indonesia. Dan KKP telah mengizinkan kami melakukan survei bawah laut, sehingga kami dapat lebih memahami lingkungan laut tempat kami beroperasi," katanya.

Ia memerinci investasi sebesar US$ 2,58 miliar Sun Cable di Indonesia terdiri dari investasi langsung sebesar US$ 530 juta-1 miliar untuk instalasi proyek, dan US$ 1,58 miliar untuk biaya operasional selama jangka waktu proyek.

Selain itu ada juga potensi pengadaan baterai listrik bagi perusahaan manufaktur di Indonesia senilai US$ 600 juta mengingat potensi material baterai lithium yang dimiliki Indonesia. Dia menegaskan, dalam investasi ini, Sun Cable telah mematuhi alur sebagaimana diatur dalam Kepmen KP No. 14/2021 Tentang Alur Pipa atau Kabel Bawah Laut.

Reporter: Verda Nano Setiawan