Rancangan Perpres EBT Rampung, Begini Rincian Harga Jual Listrik EBT
Kementerian ESDM telah merampungkan Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang tarif pembelian tenaga listrik yang bersumber dari energi baru terbarukan (EBT). Beleid ini akan mengatur harga jual listrik EBT dengan tiga mekanisme.
Perpres ini setidaknya akan mengatur harga jual listrik dengan mekanisme Feed In Tariff (FIT), Harga Patokan Tertinggi (HPT), dan harga kesepakatan tenaga listrik dari pembangkit peaker.
Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menyampaikan, implementasi dari perpres EBT akan dilakukan secara bertahap. Dalam 10 tahun pertama harga listrik pembangkit EBT akan tinggi, baru setelah 10 tahun beroperasi tarif listrik akan turun.
"Nanti akan dilakukan secara staging (bertahap), harga awal lebih tinggi selama 10 tahun, kemudian turun," kata Dadan kepada Katadata.co.id, Kamis (30/9).
Dadan berharap perpres ini akan menggairahkan investasi di sektor EBT. Adapun proyeksi investasi pembangkit EBT sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yakni mencapai Rp 500 triliun.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, berikut beberapa tarif listrik yang masuk dalam draft Perpres harga EBT:
1. Pembangkit listrik tenaga air (PLTA):
PLTA = (kurang dari sama dengan) 10 MW: FIT US$ 0,099 (9,9 sen dolar) per kWh
PLTA 10-50 MW: HPT US$ 0,08 (8 sen) per kWh
PLTA >= (lebih dari sama dengan) 100 MW: HPT US$ 0,068 (6,8 sen) per kWh
PLTA Peaker: negosiasi
2. Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS):
PLTS = 10 MW: FIT US$ 0,1015 (10,15 sen) per kWh
PLTS >= 10 MW: HPT US$ 0,075 (7,5 sen) per kWh
3. Pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP):
PLTP 10-50 MW: HPT US$ 0,0892 (8,92 sen) per kWh
PLTP 50-100 MW: HPT US$ 0,0819 (8,19 sen) per kWh
PLTP >= 100 MW: HPT US$ 0,075 (7,5 sen) per kWh
Menurut Kementerian ESDM harga jual beli listrik dari panas bumi secara skala ekonomi (economies of scale) sudah sangat kompetitif jika dibandingkan dengan PLTU batu bara. Perpres harga EBT ini ditujukan untuk memberikan landasan hukum pencapaian target EBT dengan kebijakan harga keekonomian EBT yang wajar dan terjangkau.
Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengatakan Perpres ini diharapkan akan menjadi payung hukum yang lebih pasti sekaligus merevisi Permen ESDM No.50 Tahun 2017.
Sebab, permen tersebut dipandang sebagai kontra produktif terhadap daya tarik investasi energi terbarukan. "Menyangkut tarif, kita tunggu saja jika Perpresnya keluar," katanya.
Menurut dia METI bersama pemangku kepentingan energi terbarukan sudah memberikan masukan terkait dasar penghitungan keekonomian EBT berdasarkan skala kapasitas, lokasi dan kesiapan infrastruktur dan teknologi energi terbarukan yang akan dikembangkan.
Sejauh ini Surya menilai angka perhitungan keekonomian masih diakomodir untuk masuk dalam Rancangan Perpres. "Walaupun tidak semua harapan akan terpenuhi," ujarnya.
Pemerintah menargetkan kapasitas pembangkit listrik EBT tahun ini sebesar 12 gigawatt (GW). Jumlah tersebut, jika tercapai, meningkat 14,7% dibandingkan kapasitas tahun lalu. Simak databoks berikut: