Perpres EBT Tunggu Finalisasi Kemenkeu, Ditargetkan Terbit Bulan ini

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/hp.
Petugas merawat panel surya yang terpasang di atap Gedung Direktorat Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (EDSM), Jakarta.
21/10/2021, 11.35 WIB

Kementerian ESDM menargetkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang tarif pembelian tenaga listrik yang bersumber dari energi baru terbarukan (EBT) dapat terbit bulan ini. Adapun saat ini prosesnya ini masih tengah difinalisasikan dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, Chrisnawan Anditya mengatakan draf rancangan Perpres EBT telah rampung. Setelah selesai difinalisasi Kemenkeu, berikutnya akan dilaporkan ke Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) untuk proses lebih lanjut.

"Saat ini sedang difinalisasikan dengan Kemenkeu yang sebelum dilaporkan kepada Setneg untuk proses selanjutnya. Harapannya bisa segera ditekan dalam bulan ini juga," ujarnya kepada Katadata.co.id, Kamis (21/10).

Untuk diketahui, beleid ini akan mengatur harga jual listrik EBT dengan tiga mekanisme. Perpres ini setidaknya akan mengatur harga jual listrik dengan mekanisme Feed In Tariff (FIT), Harga Patokan Tertinggi (HPT), dan harga kesepakatan tenaga listrik dari pembangkit peaker.

Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana sebelumnya menyampaikan, implementasi dari perpres EBT akan dilakukan secara bertahap. Dalam 10 tahun pertama harga listrik pembangkit EBT akan tinggi, baru setelah 10 tahun beroperasi tarif listrik akan turun.

"Nanti akan dilakukan secara staging (bertahap), harga awal lebih tinggi selama 10 tahun, kemudian turun," kata Dadan.

Dadan berharap perpres ini akan menggairahkan investasi di sektor EBT. Adapun proyeksi investasi pembangkit EBT sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yakni mencapai Rp 500 triliun.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, berikut beberapa tarif listrik yang masuk dalam draft Perpres harga EBT:

1. Pembangkit listrik tenaga air (PLTA):
PLTA = (kurang dari sama dengan) 10 MW: FIT US$ 0,099 (9,9 sen dolar) per kWh
PLTA 10-50 MW: HPT US$ 0,08 (8 sen) per kWh
PLTA >= (lebih dari sama dengan) 100 MW: HPT US$ 0,068 (6,8 sen) per kWh
PLTA Peaker: negosiasi

2. Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS):
PLTS = 10 MW: FIT US$ 0,1015 (10,15 sen) per kWh
PLTS >= 10 MW: HPT US$ 0,075 (7,5 sen) per kWh

3. Pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP):
PLTP 10-50 MW: HPT US$ 0,0892 (8,92 sen) per kWh
PLTP 50-100 MW: HPT US$ 0,0819 (8,19 sen) per kWh
PLTP >= 100 MW: HPT US$ 0,075 (7,5 sen) per kWh

Indonesia memiliki potensi EBT yang cukup besar, yakni mencapai 417,8 gigawatt (GW). Kementerian ESDM mencatat, potensi tersebut berasal dari arus laut samudera sebesar 17.9 GW, panas bumi 23,9 GW, bioenergi 32,6 GW, angin 60,6 GW, air 75 GW, dan matahari atau surya 207,8 GW.

Pada 2021, pemerintah menargetkan kapasitas pembangkit EBT sebesar 12 gigawatt (GW). Target tersebut meningkat 14% dibandingkan dengan realisasi pada 2020 yang mencapai 10,47 GW. Simak databoks berikut:

Reporter: Verda Nano Setiawan