Mengenal Transisi Energi Bersih, Kendala dan Peluangnya

123RF.com/Pop Nukoonrat
Ilustrasi energi bersih, energi baru terbarukan
Penulis: Siti Nur Aeni
Editor: Safrezi
6/1/2022, 12.34 WIB

Tahukah Anda bahwa saat ini banyak negara yang sedang melakukan transisi energi bersih? Hal ini dilakukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, pemanasan global, dan berbagai risiko kerusakan lingkungan lain.

Perlu diketahui bahwa energi bersih adalah energi yang memiliki risiko rendah baik dari segi sosial, kesehatan dan lingkungan. Energi bersih sering disebut juga sebagai energi terbarukan. Penggunaan energi bersih bisa membantu mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari energi fosil yang selama ini digunakan.

Percepatan transisi energi bersih menjadi salah salah satu pembahasan dalam KTT G20 di Bali. Di acara tersebut banyak negara yang berkomitmen terhadap pendanaan energi bersih. Di posisi pertama di duduki oleh Italia dengan nilai komitemen pendanaan sebesar US$ 49,08 miliar.

Sedangkan Indonesia hanya berkomitmen sebesar 0,24 untuk energi bersih bersyarat. Ada juga negara yang belum berkomitmen terhadap pendanaan energi bersih, antara lain; Arab Saudi, Rusia, Argentina, dan Brazil.

Perlu diketahui bahwa pendanaan energi bersih terbagi menjadi dua jenis. Pertama, pendanaan energi bersih tidak bersyarat. Kedua, pendanaan energi bersih bersyarat. Pendanaan energi bersih tidak bersyarat artinya pendanaan yang mendukung produksi dan konsumsi energi rendah karbon dan berdampak kecil terhadap lingkungan.

Sedangkan, pendanaan bersih bersyarat artinya pendanaan yang mendukung transisi dari energi fosil namun implementasi terkait pengurangan dampak lingkungannya masih belum jelas. Contohnya, komitmen terhadap kendaraan listrik, namun sumber listrik yang digunakan dari batu bara atau gas.

Faktor Pendukung Transisi Energi Bersih

Berdasarkan keterangan dari laman kemenkeu.go.id, disebutkan bahwa Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyatakan bahwa Indonesia berkomitken untuk memprioritaskan transisi energi bersih.

Meskipun sudah menjadi priotitas, namun untuk menjalankan transisi energi terdapat tiga hal yang menjadi faktor pendukung. Berikut penjelasannya.

  1. Pembiayaan untuk menghentikan operasional pembangkit listrik batu bara agar bisa bepindah ke energi terbarukan.
  2. Pendanaan untuk membangun energi baru terbarukan karena pemintaan terus bertambah. Menkeu menyebutkan bahwa perlunya pendanaan baik domestik maupun global untuk membantu APBN mencapai target tersebut.
  3. Mekanisme transisi energi harus memperhatikan tenaga kerja yang terlibat karena bisa berdampak pada kehilangan pendapatan. Dengan demikian, transisi energi bisa dinikmati seluruh kalangan.

Teknologi Transisi Energi

Perlu diketahui bahwa transisi energi migas maupun jenis energi lainnya menggunakan beberapa teknologi yang ramah lingkungan. Mengutip dari transisienergi.id, berikut tiga teknologi yang digunakan dalam transisi energi.

1. Carbon Capture And Storage (CCS)

CCS adalah proses saat karbon dioksida dari pembakaran pembangkit listrik maupun sumber industri yang seharusnya dilepaskan ke atomosfer justru ditangkap. Selain itu, karbon dioksida ini juga dikompresi dan disuntikkan ke formasi geologi bawah tanah. Tujuannya yaitu untuk penyimpanan yang aman, terjamin, dan permanen.

2. Solar Photovoltaics (PV)

PV adalah teknologi dari mateial semikonduktor yang bisa mengkonversi energi surya menjadi listrik.

3. Bioenergi

Bioenergi adalah energi terbarukan yang diperoleh dari sumber biologi. Umumnya bioenergi menghasilkan tiga jenis sumber energi, yakni; biofuel (biodiesel dan bioetanol), biogas, dan biomassa padat. Bioenergi bisa digunakan untuk membangkitkan listrik, bahan bakar transportasi, dan menghasilkan panas.

Urgensi Transisi Energi Terbarukan

Percepatan transisi energi terbarukan harus disegerakan. Sebab ada beberapa urgensi yang menjadikan transisi energi penting untuk dilakukan. Berdasarkan penjelasan di transisienergi.id, berikut uraiannya.

1. Desentralisasi Energi

Desentralisasi energi adalah upaya penting yang bertujuan untuk mencapai solusi terhadap masalah akses listrik di berbagai daerah dalam negeri. Desentralisasi energi bisa membuat setiap daerah mandiri dalam menghasilkan dan menggunakan sumber daya yang ada sesuai dengan kebutuhan.

2. Gas Rumah Kaca

Gas rumah kaca memiliki sifat mampu menyerap radiasi inframerah yang dilepaskan oleh permukaan bumi dan memantulkan kembali ke permukaan bumi. Hal ini bisa menyebabkan suhu di permukaan bumi meningkat.

Adanya gas rumah kaca ini membuat transisi energi harus dilakukan. Agar efek negatif yang ditumbulkan dari gas ini tidak semakin membahayakan.

3. Perubahan Iklim

Urgensi transisi energi lainnya yaitu karena adanya perubahan iklim. Secara definisi perubahan iklim merupakan pergantian pola cuaca rata-rata dalam waktu yang lama yang menentukan iklim likal, regional, dan global.

Kendala dan Peluang Transisi Energi Bersih di Indonesia

Untuk melakukan perpindahan penggunaan energi tidaklah mudah. Hal tersebut sangat dirasakan oleh negara kita. Untuk bisa mengembangkan energi bersih, Indonesia masih menghadapi beberapa kendala.

Sebagaimana yang dicatat oleh katadata.co.id, berikut beberapa kendala pengembangan energi bersih yang dihadapi Indonesia.

  1. Biaya pengembangan energi baru dan terbarukan tinggi.
  2. Subsidi dan insentif pada energi terbarukan terbatas.
  3. Harga jual energi fosil masih lebih murah.
  4. Pangsa pasar masih minim.
  5. Regulasi sering berganti.

Meskipun mengalami beberapa kendala, namun transisi energi Indonesia memiliki beberapa peluang. Jika peluang tersebut dimanfaatkan dengan baik, maka bisa menghasilkan keuntungan yang optimal. Berikut beberapa peluangnya:

  1. Bahan baku energi terbarukan melimpah.
  2. Ekspor barang bermisi tinggi mulai dibatasi.
  3. Pengajuan investasi tingkat internasional mudah diakses.
  4. Harga teknologi energi baru dan terbarukan semakin murah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
  5. Komitmen perusahaan multinasional untuk berpartisipasi dalam pengembangan energi bersih.