Sepi Peminat, Pemasangan PLTS Atap Hingga Mei Hanya Mencapai 6 MW

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
Petugas merawat panel surya yang terpasang di atap Gedung Direktorat Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (EDSM), Jakarta, Rabu (24/3/2021).
9/5/2022, 13.45 WIB

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan pemasangan PLTS atap tahun ini sebesar 450 megawatt (MW) dari total 3,6 gigawatt (GW) yang ditargetkan pada 2025. Namun hingga pekan kedua Mei, pemasangan pembangkit energi baru terbarukan ini baru mencapai 6 MW.

“Sekarang sudah triwulan kedua, baru sedikit,” kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Dadan Kusdiana dalam Energy Corner pada Senin (9/5).

Meski begitu, Dadan optimis pemasangan PLTS atap hingga akhir tahun mempu mencapai 400 MW. Menurutnya, saat ini sejumlah para pelaku usaha tengah gencar memasang PLTS atap di area operasinya masing-masing.

Pemerintah juga memberi lampu hijau kepada sektor industri untuk melakukan pemasangan PLTS atap secara paralel hingga 10 MW. “Tahun ini pun kami nambah 400 MW masih bisa dikejar sih, karena ini ribuan yang pasang secara bersama-sama,” sambung Dadan.

Pada kesempatan tersebut, Dadan mengatakan hingga saat ini tercatat ada 5.300 pelanggan PLTS atap dengan total kapasitas 54 MWp. Jumlah ini diperkirakan lebih besar karena beberapa pelanggan yang sudah memasang PLTS atap belum dilengkapi dengan meteran ekspor impor (exim) dari PLN.

“Sudah banyak yang pasang sebenarnya , tapi belum ada meterannya. Jadi belum bisa dihitung berapa tambahannya,” ujarnya. Simak databoks berikut:

Dadan menjelaskan biaya yang harus dirogoh oleh calon komsumen PLTS atap sebesar Rp 14-17 juta per KWp. Harga tersebut sudah termasuk alat converter yang digunakan untuk pengolahan energi listrik. “Tapi itu di luar membeli meteran. Harganya Rp 1,7 juta yang harus dibeli ke PLN,” jelas Dadan.

Program PLTS atap merupakan program nasional yang menjangkau sejumlah wilayah di tanah air seperti Jawa, Madura, Bali, Sumatera dan Sulawesi. Adapun nantinya PLTS atap akan dihadirkan sejumlah pulau-pulau kecil di Indonesia secara bertahap walau bukan dijadikan sebagai daerah utama.

Sebagai bentuk sosialisasi dan kampanye penggunaan PLTS atap, Pemerintah akan memberikan cash back kepada 500 pelanggan terpilih. “Ini bukan diskon ya, tapi cash back. Jadi beli dulu,” tambahnya.

Sebelumnya diberitakan, Pemerintah disarankan agar memperluas pemberian insentifuntuk menggenjot pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Indonesia. Hal ini termasuk memberikan insentif kepada pelaku usaha yang memasang pembangkit energi baru terbarukan (EBT) tersebut di lingkungan operasionalnya.

Beberapa model insentif yang diberikan dapat berupa pengurangan pajak, kemudahan dalam akses kredit bank, pengurangan nilai pajak penghasilan hingga pemberian bunga pinjaman yang rendah.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan insentif tersebut hanya untuk produsen listrik dari energi terbarukan, tidak berlaku bagi pengguna atau pelaku usaha yang memasang PLTS.

“(Padahal) sejumlah perusahaan besar seperti Danone, Coca-cola, Mitsubihsi, hingga Indo Liberty Textile di tahun ini berencana memasang PLTS atap. Namun insentif tersebut hanya bisa diklaim oleh para produsen listrik dari energi terbarukan,“ ujarnya, Selasa (19/4).

Sementara itu sejumlah rencana proyek PLTS skala besar dengan total 2,7 gigawatt (GW) membutuhkan investasi sebesar US$ 3 miliar atau sekitar Rp 43 triliun.

Fabby menilai untuk memobilisasi investasi ini, diperlukan ekosistem yang menarik dan mendukung, termasuk kebijakan dan regulasi yang baik, implementasi komprehensif peraturan yang sudah ada, dan dukungan untuk mendorong pengembangan rantai pasok industri PLTS di Indonesia.

“Kalau insentif fiskal itu untuk produsen. Misal kalau saya bangun PLTA itu saya bisa minta (insentif). Atau bangun PLTS skala besar, saya bisa minta insentif fiskal dari pemerintah, seperti bea masuk, pajak saya itu bisa dikurangi. Bisa juga mengurangi pajak bumi dan bangunan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah,” ujarnya.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu