Perang Rusia-Ukraina Memicu Krisis yang Percepat Transisi Energi Dunia

Press service of the Joint Forces of the South Defence/Handout via REUTERS
Petugas pemadam kebakaran memadamkan api akibat serangan rudal ke Pelabuhan Odesa, Ukraina, Sabtu (23/7).
28/10/2022, 21.30 WIB

International Energy Agency atau IEA dalam laporan World Energy Outlook 2022 menyebutkan invasi Rusia ke Ukraina telah memicu krisis energi global yang pada gilirannya berpotensi mempercepat transisi energi dunia dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan.

Dalam skenario WEO berdasarkan kebijakan yang berlaku saat ini, yang disebut dengan Stated Policies Scenario, total permintaan bahan bakar fosil akan terus menurun mulai pertengahan 2020 hingga akhir 2050.

“Dengan kebijakan saat ini, dunia energi berubah secara dramatis. Respons pemerintah di seluruh dunia adalah berjanji untuk menjadikan krisis ini sebagai titik balik bersejarah menuju sistem energi yang lebih bersih, lebih terjangkau, dan lebih aman,” kata Fatih Birol, Direktur Eksekutif IEA, Jumat (28/10).

Dalam Stated Policies Scenario, porsi bahan bakar fosil pada bauran energi global turun dari sekitar 80% menjadi hanya 60% pada 2050. Emisi CO2 global juga turun perlahan dari titik tertinggi 37 miliar ton per tahun menjadi 32 miliar ton pada 2050. Penurunan juga akan terjadi dalam perdagangan batu bara global.

Outlook ini menghitung berdasarkan skenario janji yang diumumkan pemerintah negara-negara di dunia atau Announced Pledges Scenario (APS) yang menyebut bahwa perdagangan global batu bara turun 25% hingga 2030 dan 60% hingga 2050.

“Ekspor Indonesia turun 30% hingga 2030 karena pasar batu bara yang digunakan sebagai bahan bakar seperti untuk PLTU, akan menurun,” mengutip laporan WEO 2022.

Dalam skenario Net Zero Emission (NZE), perdagangan batu bara global bahkan menurun hingga 90% antara tahun 2021 dan 2050 karena teknologi energi bersih dengan cepat menggantikan batu bara di seluruh sistem energi.

Laporan WEO 2022 juga memproyeksikan peningkatan permintaan energi di seluruh dunia. Di Asia Tenggara, pertumbuhan permintaan energi rata-rata tahunan lebih dari 3% dibanding tahun 2021 hingga 2030, dengan batu bara terus mendominasi sektor kelistrikan.

Namun, dengan implementasi dari janji yang telah diumumkan oleh pemerintah negara-negara, terutama Indonesia yang ingin menghentikan PLTU batu bara pada 2050, penggunaan batu bara di sektor ketenagalistrikan turun lebih dari setengah pada 2050 dan energi terbarukan akan dengan cepat menjadi sumber pembangkit listrik terbesar.

Menurut Birol, “Perjalanan menuju sistem energi yang lebih aman dan berkelanjutan mungkin tidak mulus. Tetapi krisis energi global saat ini memperjelas mengapa kita perlu terus maju.”

Gas Jembatan Transisi Energi

Achmed Shahram Edianto, analis energi EMBER mengatakan, laporan tersebut mempertegas bahwa kenaikan permintaan batu bara global di sektor ketenagalistrikan hanya bersifat sementara. Porsi pembangkitan listrik batu bara akan terus mengalami penurunan.

"Walaupun krisis energi telah mengurangi perhatian dunia terhadap krisis iklim, namun jawaban untuk mengatasi keduanya ternyata sama, transisi menuju energi bersih," kata Achmed dalam siaran pers, dikutip pada Jumat (28/10).

Analisis Energi dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), Putra Adhiguna, mengatakan bahwa peran gas sebagai jembatan transisi energi akan semakin dalam tekanan besar.

Menurut Putra, dengan terpinggirkannya Rusia sebagai eksportir gas raksasa ke Eropa, dorongan untuk memendekkan jembatan transisi energi akan makin menguat.

Volatitas harga juga menyulitkan negara-negara berkembang importir gas alam cair atau LNG dalam berkompetisi dengan pasar-pasar besar. "Hal ini turut menekan reputasi gas sebagai energi yang kerap menjanjikan opsi energi yang ‘affordable and reliable," ujar Putra.

Putra menambahkan, Indonesia masih memiliki cadangan gas yang bisa bertahan sampai beberapa dekade. Kendati demikian, Indonesia harus berhati-hati dalam mendorong penggunaan gas besar-besaran dengan ‘harga semu’.

"Pemerintah harus melindungi pembangkit listrik dan industri dengan harga semu yang ditopang pemerintah hanyalah landas pacu yang harus digunakan dengan baik," tukas Putra.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu