PT PLN membukukan penjualan sertifikat energi baru terbarukan (EBT) atau Renewable Energy Certificate (REC) tahun ini mencapai 1.362.405 megawatt hour (MWh) hingga November 2022.
Torehan tersebut melesat 342% dari total penjualan REC pada 2021 sebanyak 308.201 MWh. Dari penjualan REC yang tercatat hingga sebelas bulan terakhir tersebut, PLN memperoleh pendapatan sebesar Rp 47,67 miliar.
Wakil Kepada Divisi Komunikasi Korporat PLN, Gregorius Adi Trianto, mengatakan bahwa sampai dengan November 2022 terdapat 260 pelanggan perusahaan dan retail yang sudah menggunakan layanan REC PLN.
Beberapa diantaranya yakni Astra Otoparts Group, PT Merck, PT Johnson Home, PT Bangun Maju Lestari dan PT Asuransi Astra Buana. Selain itu, juga ada Nike, H&M, Toyota, Uniqlo, dan HM Sampoerna.
"PLN membuka ruang kolaborasi dan menciptakan siklus keberlanjutan terutama bagi corporate buyer yang memiliki komitmen terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca, khususnya dari pemakaian listrik," kata Greg kepada Katadata.co.id melalui pesan singkat pada Jumat (30/12).
Dalam menerbitkan REC yang disalurkan kepada pelanggan, PLN bekerja sama dengan TIGRs APX sebagai badan internasional yang melakukan verifikasi oleh sistem pelacakan internasional di California, Amerika Serikat.
Sejauh ini, pembangkit energi hijau milik PLN yang terdaftar di APX adalah Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang dengan kapasitas 140 MW, PLTP Lahendong 80 MW dan PLTP Ulubelu 110 MW serta Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bakaru 130 MW.
Tak hanya dari pembangkit EBT milik PLN, sumber pasokan listrik untuk layanan REC juga dapat berasal dari pembangkit listrik EBT milik pengembang listrik swasta atau independent power producer (IPP) yang menjual listriknya ke PLN.
"Kapasitas ini akan terus ditingkatkan seiring pertumbuhan permintaan REC, mengingat PLN memiliki potensi sumber EBT yang sangat besar," ujar Greg.
Harga Listrik Bersih Hanya Lebih Mahal Rp 30 per kWh
Wakil Presiden Eksekutif Perencanaan Sistem Ketenagalistrikan PLN, Warsono, menjelaskan bahwa harga yang dipatok oleh perusahaan untuk pembelian REC adalah Rp 30 per kilowatt hour (kWh). Dengan menjadi pelanggan listrik REC, tarif listrik konsumen akan ditambah Rp 30 kWh.
"Jadi REC itu di atas tarif yang biasa. Misalnya tarif awalnya Rp 1.400, maka ditambah Rp 30 per kWh. Gitu saja," kata Warsono saat ditemui di Hotel Dharmawangsa Jakarta pada Senin (19/12).
Dia menyebut, lonjakan permintaan sertifikat EBT didominasi oleh perusahaan yang bermukim di kawasan industri yang pada umumnya memproduksi komoditas untuk pasar ekspor. Lebih lanjut, melonjaknya permintaan REC didasari oleh tren bisnis global yang hanya mau menerima komoditas yang berasal dari hasil produksi listrik bersih.
Melalui REC, pelanggan juga mendapatkan pengakuan atas penggunaan listrik EBT. Perusahaan tidak harus mengeluarkan biaya investasi untuk pembangunan infrastruktur pembangkit listrik energi bersih. "REC PLN itu Rp 30 per Kwh, jadi cukup murah dan banyak yang tertarik terutama dari industri yang menggunakan," kata Warsono.