Kementerian ESDM menyatakan bahwa spesifikasi bahan bakar minyak (BBM) jenis gasoline atau bensin yang diproduksi dalam negeri saat ini mampu mengakomodasi campuran bioetanol hingga 10% atau E10.
Penggunaan bioetanol pada campuran yang lebih tinggi secara teknis juga disebut tak berdampak negatif pada industri otomatif karena mesin kendaraan sudah mengadopsi teknologi flexi-engine yang dapat menggunakan campuran dua bahan bakar yang berbeda.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Dadan Kusdiana, mengatakan pencampuran bioetanol dengan BBM bensin dapat meningkatkan kualitas bahan bakar, seperti meningkatkan angka oktan dan menurunkan kadar senyawa berbahaya pada bahan bakar.
"Saat ini, spesifikasi bahan bakar jenis bensin di Indonesia sudah mengakomodasi campuran bioethanol. Campuran 10% bioetanol kepada Pertamax sudah memungkinkan," kata Dadan lewat pesan singkat pada Rabu (22/2).
Dalam peta jalan Kementerian ESDM, pengembangan BBN Bioetanol ditargetkan hingga E20. Jika target ini tercapai, kata Dadan, maka akan ada peningkatan signifikan pada ekonomi sirkular dan lingkungan, serta meningkatkan bauran energi terbarukan.
Bahan bakar nabati bioetanol merupakan salah satu jenis energi terbarukan di Indonesia. Bioetanol dapat diproduksi dari bahan baku tanaman palawija seperti tebu, jagung, singkong hingga shorgum. "Bioetanol dapat meningkatkan kemandirian energi negara dan mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil," ujar Dadan.
Namun, ada beberapa tantangan dalam pengembangan bioetanol di Indonesia, seperti masalah ketersediaan dan keberlanjutan bahan baku. Hal ini tergambar dari kapasitas produksi bioetanol saat ini hanya sekitar 40.000 kilo liter (KL) atau sekira 0,1% dari total konsumsi bensin nasional.
"Oleh karena itu, perlu adanya dukungan dari pihak swasta dan masyarakat dalam pengembangan industri bioetanol nasional," kata Dadan.
Pemerintah akan mulai mencampur bensin dengan bioetanol pada pertengahan tahun ini. Dalam peta jalan percepatan implementasi bioetanol di Indonesia yang dikeluarkan Kementerian ESDM, implementasi dimulai dengan campuran bioetanol 5% atau E5, yang akan dilanjutkan hingga E20.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) memastikan kendaraan berbahan bakar bensin yang ada saat ini bisa mengonsumsi bensin E5, sehingga tidak perlu melakukan modifikasi pada mesin.
Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, mengatakan mayoritas teknologi mesin kendaraan roda empat yang diproduksi saat ini mampu untuk menyerap bahan bakar nabati E5. “Sebenarnya ini teknologi lama, tidak terlalu rumit,” kata Kukuh kepada Katadata.co.id, Senin (20/2).
Kukuh menambahkan, Gaikindo menyambut positif rencana pemerintah mencampur bensin dengan bioetanol. Menurutnya ini bisa menjadi alternatif penghematan konsumsi BBM sekaligus menekan sebaran gas buang emisi karbon dari sektor transportasi.
Meskin begitu, Kukuh berharap pemerintah bisa lebih memasifkan lokasi uji coba agar tak terbatas pada daerah Surabaya. Pelaksanaan uji coba secara masif dinilai penting sebelum implementasi kebijakan secara luas. “Perlu uji coba terus karena setiap kendaraan punya karakter yang beda-beda,” ujarnya.
Seperti diketahui pemerintah akan melakukan uji coba pencampuran bensin dengan bioetanol secara terbatas di Surabaya, Jawa Timur. Pemilihan Surabaya didasari pada lokasinya yang berdekatan dengan sumber bahan baku bioetanol di Mojokerto dan Malang.