Kehati Sebut Hanya 100 Emiten BEI yang ESG Friendly

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/tom.
Pekerja membersihkan layar yang menampilkan informasi pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (18/11/2022). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 37,2 poin atau 0,53 persen ke level 7.082,181 pada penutupan perdagangan akhir pekan.
19/7/2024, 06.02 WIB

Direktur Eksekutif Yayasan Kehati, Riki Frindos, mengatakan hanya sekitar 80-100 perusahaan di Bursa Efek Indonesia yang sudah menerapkan konsep environment, social, dan governance atau ESG friendly sesuai dengan standar Indeks Saham Sustainable and Responsible Investment Kehati atau Sri Kehati.

Indeks SRI Kehati merupakan salah satu indeks yang menjadi indikator pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia. Indeks ini menggunakan prinsip keberlanjutan, keuangan, dan tata kelola yang baik, serta kepedulian terhadap lingkungan hidup sebagai tolok ukurnya.

Riki mengatakan, semua perusahaan mengaku sudah menerapkan ESG. Namun Sri Kehati memiliki standar tertentu untuk penerapan ESG tersebut.

“Kami men-screening perusahaan yang ada di bursa efek. Dari semua yang kita analisis, yang ESg friendly itu sekitar 80-100 perusahaan,” ujarnya kepada Katadata.co.id di Jakarta, Kamis (18/7).

Namun, dia mengatakan, sejumlah perusahaan bisa saja tidak lolos screening karena marketnya masih kecil. Terdapat juga perusahaan yang baru saja melantai di BEI sehingga belum liquid, atau perusahaan yang belum profit sehingga mungkin sudah menerapkan ESG, namun belum lolos screening.

Riki mengatakan, dari jumlah 80-100 perusahaan yang lolos screening, akan dinilai oleh Kehati dan diberi skor. Dari skor itulah terdapat 25 saham terbaik yang masuk dalam Indeks Sri Kehati.

Sementara itu, Chief Risk Officer Indonesia Investment Authority (INA), Thomas Oentoro,ESG merupakan faktor penting dalam memilih partner investasi.  INA berupaya untuk membawa partner yang menerapkan standar ESG yang tinggi

Dia mengatakan, INA memiliki mandat untuk memobilisasi kapital dan investasi yang berkelanjutan. Oleh sebab itu, INA diminta tidak hanya membawa partner yang memiliki modal, namun juga pengetahuan termasuk mengenai praktek ESG.

“Kami membawa partnership ini selalu yang kita lihat standar kebijakan ESG lebih tinggi dari yang kita punya. Jadi kita belajar banyak juga dari mereka,” ujarnya.