Pemerintah akan melakukan lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk pada Selasa, 14 Juni 2022. Seri SBSN yang akan dilelang adalah seri Surat Perbendaharaan Negara Syariah (SPN-S) dan Project Based Sukuk (PBS).
Mengutip siaran pers Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), penjualan Sukuk dilakukan untuk memenuhi sebagian dari target pembiayaan dalam APBN 2022.
Sebelumnya, pada 31 Mei 2022 pemerintah juga melaksanakan lelang Sukuk, untuk seri SPNS15112022, PBS031, PBS032, PBS030, PBS029 dan PBS033. Total penawaran yang masuk, tercatat sekitar Rp 20,21 triliun. Dari jumlah penawaran yang masuk, jumlah yang dimenangkan tercatat Rp 8 triliun.
Sukuk menjadi salah satu instrumen pembiayaan yang dikeluarkan pemerintah untuk membiayai pembangunan. Secara sederhana, sukuk adalah surat berharga syariah. Dalam pengertian lain, sukuk adalah efek syariah yang menjadi salah satu instrument investasi.
Pengertian Sukuk
Mengutip laman Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Sukuk adalah efek atau surat berharga syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas aset yang mendasarinya (underlying asset).
Dikutip dari laman resmi Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), Sukuk wajib dikelola berdasarkan prinsip syariah. Artinya, tidak mengandung unsur maysir (judi), gharar (ketidakjelasan), dan riba, serta telah dinyatakan sesuai syariah oleh MUI.
Berdasarkan fatwa DSN-MUI No.32/DSN MUI/IX/2002, disebutkan bahwa Sukuk merupakan surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah, yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Sukuk adalah efek syariah yang biasanya diterbitkan oleh pemerintah, untuk membantu membiayai pembangunan. Namun, sukuk adalah surat berharga yang juga bisa diterbitkan oleh perusahaan BUMN atau swasta.
Instrumen ini menjadi bentuk kemandirian finansial negara karena masyarakat turut mengambil peran dalam membantu membiayai pembangunan negara. Melalui Sukuk, penggunaan dana yang bersumber dari utang luar negeri dapat diminimalisir. Instrumen ini merupakan alternatif yang lebih baik, karena menghindari hutang luar negeri dan bernilai investasi.
Sukuk diminati sebagai instrumen investasi, karena memiliki beberapa keunggulan, antara lain:
- Menawarkan fixed return
- Dapat diperjualbelikan sebelum jatuh tempo
- Aman sebagai investasi
Jenis-jenis Sukuk
Mengutip laman resmi DJPPR, ada empat jenis Sukuk yang dikenal secara internasional, dan mendapatkan endorsement dari Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOFI).
1. Sukuk Musyarakah
Diterbitkan dengan akad musyawarah yang terdiri dari dua pihak atau lebih, dimana mereka akan mengumpulkan modal untuk membantu usaha dengan keuntungan dan kerugian ditanggung bersama (sesuai modal yang diberikan)
2. Sukuk Mudharabah
Diterbitkan dengan akad mudharabah yang terdiri dari dua pihak. Satu pihak berperan sebagai modal dan pihak lainnya berperan sebagai pihak penyedia tenaga ahli. Saat mendapat keuntungan, maka keuntungan akan dibagi dua, tetapi jika mengalami kerugian, maka kerugiannya ditanggung oleh pihak pemodal atau seseorang yang memberi modal.
3. Sukuk Ijarah
Diterbitkan berdasarkan perjanjian ijarah dimana satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakil menjual/menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga sewa dan periode sewa yang disepakati, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri.
4. Sukuk Istishna
Sukuk ini diterbitkan berdasarkan perjanjian istishna, antara pihak penjual dan pembeli, yang melakukan kesepakatan terkait proses jual beli proyek atau aset. Harga, waktu penyerahan, dan spesifikasi proyek, ditentukan terlebih dahulu sebelum melakukan kesepakatan.
Aspek Perpajakan Atas Sukuk
Sama seperti instrumen investasi lainnya, instrumen investasi ini juga tidak luput dari perpajakan. Bagi investor, yang tentunya juga berstatus sebagai wajib pajak, hasil investasi di Sukuk dapat dikenakan Pajak Penghasilan (PPh).
Dasar hukum pengenaan PPh untuk investasi di Sukuk adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2019. Aturan ini merupakan perubahan kedua atas PP Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Obligasi.
Berdasarkan aturan tersebut, besaran PPh atas obligasi terbagi atas 4 kategori. Pertama, bunga dari obligasi sebesar 15% bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap. Kemudian, 20% atau sesuai tarif persetujuan pengindaran pajak berganda bagi wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi.
Kedua, diskonto dari obligasi dengan kupon sebesar 15% bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap. Lalu, 20% atau sesuai dengan tarif persetujuan penghindaran pajak berganda bagi wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan.
Ketiga, diskonto dari obligasi tanpa bunga sebesar 15% bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap. Kemudian, 20% atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi.
Keempat, 5% hingga 2020 dan 10% untuk 2021 dan seterusnya. Besaran ini dikenakan atas bunga dan/atau diskonto obligasi yang diterima dan atau diperoleh wajib pajak reksa dana dan dana investasi infrastruktur, dalam bentuk kontrak investasi kolektif (KIK).
Selain itu, besaran ini juga dikenakan atas bunga dan/atau diskonto atas dana investasi real estat berbentuk kontrak investasi kolektif dan efek beragun aset berbentuk kontrak investasi kolektif yang terdaftar pada OJK sebesar:
Memang, PP Nomor 55 tahun 2019 tidak secara perinci menyebutkan mengenai Sukuk, yang merupakan surat berharga syariah. Namun, dalam PP Nomor 25 tahun 2009, disebutkan bahwa kegiatan berbasis syariah dinyatakan sebagai mutatis mutandis, sehingga Sukuk telah tercakup dalam PP 5 Tahun 2019.
Karena Sukuk masuk dalam kategori obligasi yang menerapkan prinsip syariah, maka instrumen ini termasuk objek yang mendapat pemangkasan diskon.
Instrumen sukuk yang imbalannya mendapat keringanan potongan pajak, adalah yang diperuntukkan bagi KIK. Jenis obligasi ini telah mendapat fasilitas insentif yang setara dengan surat utang negara konvensional.