Menelaah Wujud Bantuan Kejaksaan dan Kepolisian dalam Penyidikan Pajak

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.
Ilustrasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kiri) dan Jaksa Agung RI Sanitiar Burhanuddin (kanan).
Penulis: Agung Jatmiko
16/2/2024, 13.05 WIB

Dalam menjalankan penyidikan pajak, tidak semua proses terkait penindakan dan pencegahan dapat dijalankan oleh penyidik dari otoritas pajak. Ada beberapa kegiatan penyidikan yang membutuhkan bantuan pihak Kejaksaan dan Kepolisian.

Untuk memperoleh bantuan dari kejaksaan dan kepolisian, otoritas pajak harus mengajukan permohonan secara tertulis. Pengajuan permohonan bantuan ini diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) beserta aturan pelaksananya.

Aturan pelaksana terkait permohonan bantuan untuk penyidikan pajak adalah, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (PP 74/2011).

Selain itu, aturan pelaksana permohonan bantuan penyidikan pajak, juga tertera dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-06/PJ/2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan (SE-06/2014), beserta lampirannya.

Permohonan Bantuan kepada Kejaksaan

Dalam menjalankan penyidikan pajak, petugas penyidik dari otoritas pajak, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dapat meminta bantuan kepada Kejaksaan.

Berdasarkan lampiran SE-06/2014, penyidik pajak dapat mengajukan bantuan kepada Kejaksaan berupa bantuan konsultasi dalam rangka penyidikan di bidang perpajakan. Permintaan bantuan konsultasi tersebut, diajukan secara tertulis oleh Direktur Intelijen dan Penyidikan, atau Kepala Kantor Wilayah DJP kepada Jaksa Agung atau Kepala Kejaksaan Tinggi.

Adapun, bantuan konsultasi yang dimaksud, mencakup delapan hal, antara lain:

  • Petunjuk administrasi penyidikan.
  • Teknis pemeriksaan.
  • Teknis gelar perkara.
  • Teknis pembuktian.
  • Petunjuk teknis tentang syarat formal maupun syarat material berkas perkara.
  • Teknis penyelesaian dan penyerahan berkas perkara terkait petunjuk jaksa peneliti.
  • Teknis penyerahan tersangka dan barang bukti.
  • Teknis penghentian penyidikan.

Selain bantuan konsultasi, penyidik pajak juga dapat meminta bantuan Kejaksaan untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap tersangka dan/atau saksi yang terkait dengan upaya penyidikan perpajakan.

Pencegahan terhadap tersangka dan/atau saksi ini, dilakukan dalam hal tersangka dan/atau saksi yang terkait dengan upaya penyidikan perpajakan dikhawatirkan akan meninggalkan wilayah Indonesia.

Permohonan Bantuan kepada Kepolisian

Selain kepada kejaksaan, upaya penyidikan pajak juga dapat meminta bantuan kepada Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Berdasarkan lampiran SE-06/2014, terdapat 4 jenis bantuan yang dapat diminta penyidik pajak kepada Polri, yakni bantuan teknis, taktis, upaya paksa, dan/atau konsultasi dalam rangka penyidikan.

1. Bantuan Teknis

Bantuan teknis yang dapat diminta penyidik pajak kepada Polri terdiri dari tiga hal, antara lain pemeriksaan laporatorium forensik, pemeriksaan identifikasi, dan pemeriksaan psikologi.

Pemeriksaan laboratorium forensik, dapat dilakukan dalam bidang fisika forensik, kimia dan biologi forensik, dokumen dan uang palsu forensik. Kemudian, mencakup juga pemeriksaan balistik dan metalurgi forensik.

Adapun, untuk permintaan bentuk pemeriksaan identifikasi, terdiri dari lima hal, yakni sebagai berikut:

  • Pemeriksaan perbandingan sidik jari laten dengan sidik jari pembanding.
  • Pembuatan sinyalemen file foto daftar pencarian orang.
  • Pembuatan foto tempat kejadian perkara, barang bukti, dan tersangka.
  • Pembuatan lukisan sketsa raut wajah pelaku kejahatan berdasarkan keterangan saksi.
  • Pembuatan foto rekonstruksi.

Sementara, untuk permintaan bantuan terkait pemeriksaan psikologi, dapat berwujud permintaan bantuan untuk melakukan pemeriksaan atas motivasi melakukan tindak pidana, serta profil psikologi saksi dan/atau tersangka.

2. Bantuan Taktis

Bantuan taktis yang diberikan oleh Polri kepada penyidik pajak dilakukan empat hal, yaitu bantuan personel penyidik, bantuan penggunaan peralatan, bantuan pengerahan kekuatan, dan bantuan pengamanan terhadap kegiatan yang dilakukan penyidik pajak.

3. Bantuan Upaya Penjemputan Paksa

Bantuan upaya paksa yang diberikan oleh Polri kepada penyidik pajak, dapat berupa pemanggilan sanksi/tersangka yang berada di luar wilayah hukum kewenangan penyidik atau berada di luar negeri dan perintah membawa saksi/tersangka. Permohonan bantuan tersebut, dilakukan secara tertulis kepada Koordinator Pengawas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Korwas PPNS).

Kemudian, ada pula bantuan pemanggilan dilakukan terhadap saksi/tersangka yang berada di luar wilayah hukum kewenangan penyidik pajak dan/atau di luar negeri. Semantara, bantuan perintah membawa saksi/tersangka dilaksanakan setelah penyidik memanggil saksi/tersangka sebanyak dua kali, tetapi saksi/tersangka tidak datang tanpa memberi alasan yang sah.

Penyidik pajak juga dapat meminta bantuan kepada Polri untuk menahan tersangka tindak pidana perpajakan. Kemudian, ada pula upaya penggeledahan dan penyitaan, yang juga dapat diminta bantuan oleh penyidik pajak kepada Polri.

4. Bantuan Konsultasi

Permintaan bantuan konsultasi terkait penyidikan pajak juga dapat diajukan oleh penyidik otoritas perpajakan kepada Polri. Bentuk-bentuk bantuan konsultasi yang diberikan, antara lain:

  • Teknis dan taktis penyelidikan, untuk mencari dan mengumpulkan bahan keterangan.
  • Teknis dan taktis penindakan sesuai dengan kewenangan penyidik.
  • Teknis pemeriksaan.
  • Petunjuk administrasi penyidikan.
  • Petunjuk aspek yuridis.
  • Teknis penyelesaian dan penyerahan berkas perkara kepada penuntut umum.
  • Teknis penyerahan tersangka dan barang bukti.
  • Teknis pembuatan statistik kriminal.

Permintaan bantuan konsultasi terkait penyidikan pajak ini, diajukan secara tertulis oleh Direktur Intelijen dan Penyidikan, atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak kepada Korwas PPNS setempat.