Menilik Batasan Pensiun, Manfaat yang Didapat dan Aspek Perpajakannya
Menjelang pensiun, kebutuhan finansial merupakan hal yang paling diperhatikan oleh banyak orang. Pasalnya, ketika seseorang telah masuk usia senja biasanya orang tersebut tidak aktif lagi. Dalam arti, orang tersebut tidak lagi masuk dalam usia kerja.
Untuk karyawan, sudah banyak program untuk mempersiapkan keamanan finansial ketika memasuki usia pensiun. Di Indonesia, program-program ini utamanya dijalankan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Badan yang dibentuk oleh pemerintah ini, memiliki serangkaian program, seperti Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Hari Tua (JHT) misalnya.
Meski demikian, penghasilan yang diterima oleh seseorang ketika pensiun tetap tidak lepas dari pungutan pajak. Atas pungutan yang dibebankan ini, dikenal istilah pajak pensiun.
Sekilas tentang Usia Pensiun dan Manfaat yang Didapatkan
Mengacu pada Undang-undang (UU) Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, usia pensiun tidak disebutkan secara pasti batasannya. Ini terutama untuk karyawan swasta.
Namun, mengacu pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 19 tahun 2015, disebutkan bahwa JHT diberikan kepada tenaga kerja saat mencapai usia 56 tahun.
Sebelumnya, pada UU Nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun, disebutkan bahwa hak atas manfaat pensiun diberikan ketika tenaga kerja mencapai usia minimal 55 tahun dan maksimal 60 tahun.
Berdasarkan dua peraturan ini, bisa dikatakan usia pensiun di Indonesia adalah di rentang umur 55 hingga 60 tahun.
Terkait manfaat yang didapatkan ketika seseorang memasuki usia pensiun, ada beberapa penghasilan yang akan diterima orang pribadi, antara lain:
1. Uang Pesangon
Ini merupakan penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja termasuk pengelola pesangon tenaga kerja kepada pegawai, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Pesangon ini diberikan sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk di dalamnya uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.
2. Uang Manfaat Pensiun
Uang manfaat pensiun, merupakan penghasilan dari manfaat pensiun yang dibayarkan kepada orang pribadi peserta dana pensiun secara sekaligus sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. Tunjangan Hari Tua
Tunjangan hari tua, merupakan penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara tunjangan hari tua kepada orang pribadi yang telah mencapai usia pensiun.
4. Jaminan Hari Tua
JHT adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, kepada orang pribadi yang berhak dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau keadaan lain yang ditentukan.
Aspek Perpajakan untuk Manfaat yang Diterima Saat Pensiun
Oleh karena pemberian beberapa manfaat pensiun yang telah disebutkan di atas, adalah dalam bentuk dana, maka atas penerimaannya dikenakan pajak penghasilan (PPh).
Ini sesuai dengan definisi penghasilan sebagai objek pajak, yakni setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik berasal dari dalam maupun luar negeri, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Meski demikian, pengenaan tarif untuk pajak atas manfaat pensiun ini tidak seperti tarif PPh pada umumnya. Untuk manfaat pensiun, tarif PPh yang dibebankan adalah bersifat final.
Hal ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 16/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus.
Untuk uang pesangon, Pasal 3 Ayat (1) PMK 16/PMK.03/2010 menyebutkan tarif PPh ditetapkan sebesar:
- 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50 juta.
- 5% atas penghasilan bruto di atas Rp 50 juta sampai dengan Rp 100 juta.
- 15% atas penghasilan bruto di atas Rp 100 juta sampai dengan Rp 500 juta.
- 25% atas penghasilan bruto di atas Rp 500 juta.
Sementara, tarif PPh atas penghasilan berupa uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan JHT, ditetapkan dalam Pasal 4 PMK 16/PMK.03/2010, yakni sebagai berikut:
- 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50 juta.
- 5% atas penghasilan bruto di atas Rp 50 juta.
Sebagai informasi, bagi orang pribadi yang sudah pensiun, baik itu pegawai negeri maupun pegawai swasta, tidak lagi memiliki kewajiban membayar pajak dikarenakan sudah tidak memiliki penghasilan.
Meski demikian, orang pribadi yang telah pensiun tetap memiliki kewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan jika masih memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Ini karena NPWP hanya bisa dihapus jika pemiliknya meninggal dunia. Jadi, yang dilaporkan bukan lagi penghasilan, melainkan sejumlah aset seperti rumah, tanah, uang tunai, berbagai jenis investasi, dan lain sebagainya.
Patut diingat, jika orang pribadi yang telah pensiun memiliki penghasilan lain dari usaha di bidang lainnya. Maka, mereka tetap memiliki kewajiban sesuai untuk membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.