Bursa saham Tanah Air baru-baru ini dikejutkan aksi perusahaan teknologi keuangan Ajaib Reksa Dana. Fintech ini mengakuisisi saham PT Bank Bumi Arta Tbk. Melalui PT Takjub Finansial Teknologi, Ajaib merogoh kocek Rp 746 miliar untuk membeli emiten dengan kode saham BNBA tersebut.
Tidak tanggung-tanggung, fintech yang baru berusia dua tahun itu memborong 554,4 juta lembar, setara dengan 24 % saham Bank Bumi Arta. Aksi tersebut resmi dilakukan 17 November 2021 di harga Rp 1.345 per lembar.
Ajaib membeli saham perbankan tersebut dari tiga pihak yang notabena merupakan pemilik terbesar sekaligus pengendali Bumi Arta. Saham Bank Bumi Arta dijual oleh PT Surya Husada Investment sebanyak 277,2 juta unit dan mengantongi Rp 372,83 miliar. Saat ini perusahaan punya 772,8 juta saham atau setara 33,5%.
Selanjutnya, ada PT Dana Graha Agung yang menjual saham Bumi Arta sebanyak 166,32 juta saham dan senilai Rp 223,7 miliar. Saat ini, perusahaan memiliki 463,68 juta atau setara 20,07% saham BNBA.
Terakhir, Ajaib membeli saham BNBA dari PT Budiman Kencana Lestari yang melepas 110,88 juta sahamnya dan mengantongi Rp 149,13 miliar. Perusahaan itu kini memiliki 309,12 juta saham atau setara 13,38 %.
Ajaib Reksadana adalah bagian dari Ajaib Group yang berdiri sejak 2018 dan juga menaungi Ajaib Sekuritas atau PT Ajaib Sekuritas Asia. Ajaib Sekuritas ini sudah berdiri pada 1989 dengan nama PT Manwell Setra. Ajaib Reksa Dana sendiri baru beroperasi pada 2019.
Meski berumur dua tahun, Ajaib sudah resmi menjadi unicorn ke-7 di Indonesia pada Senin (4/10) setelah menggalang dana Seri B dari DST Global sebesar US$ 153 juta atau setara Rp 2,2 triliun. Selain Ajaib, sudah ada Tokopedia, Bukalapak, Traveloka, OVO, J&T Express, OnlinePajak, dan Xendit yang sudah lebih dulu menyandang gelar unicorn.
Layanan bisnis Ajaib meliputi saham dan reksa dana yang dapat diakses secara online oleh berbagai lapisan masyarakat. Pada aplikasi yang identik dengan warna biru ini, investor dapat berinvestasi saham, obligasi, dan pasar uang melalui reksa dana yang sesuai dengan profil risiko masing-masing individu.
Mengutip laman resminya, Ajaib bekerja sama dengan 31 manajer investasi Tanah Air, seperti Bahana TCW Investment Management, Danareksa, serta BNI Asset Management. Ajaib juga sudah mengantongi izin perantara pedagang efek dan agen penjual efek reksa dana dari OJK, serta bagian dari anggota BEI, Dana Perlindungan Modal, serta izin transaksi online dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo).
Duet Founder Ajaib hingga Forbes
Aplikasi Ajaib ini berhasil berdiri berkat kerjasama dua co-founder dari negara yang berbeda, Anderson Sumarli dari Indonesia dan Yada Piyajomkwan dari Thailand. Mereka berdua bertemu ketika mengambil gelar Master of Business Administration (MBA) di Stanford University, California, Amerika Serikat.
Anderson merupakan pria kelahiran 1994 yang sudah tertarik pada pasar modal sejak kecil. Mengutip Kontan, dia menyatakan kalau investasi pertamanya dimulai sejak usia sembilan tahun, dengan supervisi atau pengawasan ayahnya.
Selanjutnya, minat investasi dia tekuni lebih lanjut dengan menempuh pendidikan di jurusan finance alias keuangan di Ivy League, Cornell University, Amerika Serikat. Dia berhasil lulus dengan predikat summa cum laude atau nilai sempurna.
Dilansir dari laman LinkedIn pribadinya, Anderson sempat bekerja di International Business Machines (IBM) Corporation di New York sebagai Chief Analytics Office pada 2014 hingga 2016. Setelah itu, Anderson menjadi Management Consultant di Boston Consulting Group (BCG) dari 2016 hingga 2018. Kini, Anderson menempati posisi Chief Executive Officer (CEO) di Ajaib.
Di sisi lain, rekan Anderson yakni Yada mendapat gelar Sarjana Administrasi Bisnis dari Thammasat University, Bangkok, Thailand. Wanita kelahiran 28 tahun lalu itu, memulai kariernya sebagai seorang Management Consultant di McKinsey selama tiga tahun, periode 2014 hingga 2017. Yada menduduki Chief Product Officer (CPO) Ajaib seperti tercantum di LinkedIn, namun pada laman resmi perusahaan, namanya tidak tercantum.
Usaha Anderson dan Yada mengembangkan industri keuangan membuat keduanya berhasil masuk daftar 30 under 30 Forbes di Asia bidang Finance and Venture Capital pada 2020. Anderson masih berusia 25 tahun ketika memperoleh penghargaan tersebut. Forbes menjelaskan nama Anderson bisa masuk ke dalam daftar penghargaan tersebut, lantaran sudah berkontribusi menambah 20% investor retail baru di Indonesia pada 2019.
Per September 2021, Ajaib sudah berhasil menggaet 1,03 juta investor saham aktif lewat penggunaan aplikasi tersebut. Jumlah itu hampir setengah dari total investor saham ritel di Indonesia yang dicatat Bursa Efek Indonesia (BEI), yakni 2,6 juta per akhir Agustus.
Selain itu, Ajaib membidik investor pemula untuk masuk ke pasar modal, seperti milenial yang menjadi penghuni mayoritas aplikasi dengan kode lampu ajaib tersebut. Dilansir dari laman resmi perusahaan, Ajaib memiliki visi untuk mendemokratisasi investasi. Alhasil aplikasi tak hanya dijadikan tempat untuk bertransaksi, melainkan juga untuk belajar, dengan menyediakan analisis saham komprehensif, serta pelatihan dan seminar kepada investor pemula.
Pendanaan Ajaib
Pada Agustus 2018 lalu, Ajaib menjadi satu-satunya perusahaan start up di Asia Tenggara yang mengikuti acara inkubator start-up global bernama Y Combiinator di Silicon Valley, Amerika Serikat. Dalam inkubator tersebut, Ajaib menerima pendanaan awal dari Y Combinator sebanyak US$ 120 ribu atau setara Rp 1,7 miliar.
Dalam perkembangannya, Ajaib mendapatkan pendanaan seri A senilai US$ 90 juta atau Rp 1,27 triliun dari Ribbit Capital pada April 2021. Dilansir dari laman perusahaan, transaksi tersebut merupakan pendanaan Seri A terbesar se-Asia Tenggara, bahkan Ajaib adalah investasi pertama dari Ribbit Capital di Asia Tenggara.
Adapun pada pendanaan seri B pada Oktober lalu, Ajaib meraih total dana US$ 153 juta atau Rp 2,2 triliun dari DST Global. Pendanaan ini menguatkan Ajaib menjadi perusahaan start-up ketujuh di Indonesia dengan valuasi di atas US$ 1 miliar.
Secara global, Ajaib dinobatkan menjadi fintech unicorn investasi pertama di Asia Tenggara dengan waktu pencapaian tercepat, terhitung dua setengah tahun setelah berdiri.