Mengenal OECD, Klub Negara Maju yang Diincar Indonesia

ANTARA FOTO/Media Center G20 Indonesia/Akbar Nugroho Gumay/wsj.
Sekjen OECD Mathias Cormann berjalan menuju lokasi KTT G20 Indonesia, Nusa Dua, Bali, Selasa (15/11/2022).
20/7/2023, 14.20 WIB

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Indonesia ingin bergabung ke dalam Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), pada Kamis (20/7). OECD yang disebutkan oleh Airlangga merupakan forum antarpemerintah yang bekerja untuk membangun kebijakan yang lebih baik, memupuk kemakmuran, kesetaraan, kesempatan dan kesejahteraan untuk semua.

Airlangga mengatakan Indonesia saat ini bersiap-siap dengan mempelajari proses untuk menjadi negara anggota OECD. Menurut dia, proses menjadi anggota atau aksesi menuju anggota OECD akan tercapai paling cepat pada 2026.

Ia mengatakan keanggotaan OECD penting bagi Indonesia untuk mendorong penerapan standar yang tinggi dalam kebijakan dan regulasi di kementerian dan lembaga, serta dalam legislasi di parlemen. “Mudah-mudahan dalam beberapa tahun ke depan kita jadi negara ketiga di Asia yang masuk ke dalam OECD,” kata Airalngga di konferensi Indonesia Data and Economic (IDE) di Jakarta Pusat pada Kamis (20/7).

Saat ini, Jepang dan Korea Selatan menjadi dua negara Asia yang telah bergabung ke OECD. Jepang masuk ke dalam OECD pada 1964 dan Korea Selatan pada 1996.

Airlangga Hartarto menjadi pembicara dalam IDE 2023 (Katadata)

Klub Negara Maju untuk Kerjasama Ekonomi

Berdiri pada 1961, OECD merupakan organisasi antarpemerintah internasional (IGO) yang bertujuan untuk mendorong kerjasama ekonomi. Saat ini, klub negara maju yang bermarkas di Paris, Prancis, itu beranggotakan 38 negara.

OECD berawal dari Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi Eropa (OEEC). Cikal bakal klub negara-negara maju ini bermula pada 1948 untuk memfasilitasi Rencana Marshall (Marshall Plan), yang merupakan program bantuan Amerika Serikat (AS) untuk rekonstruksi Eropa pasca-Perang Dunia II.

Dalam situsnya, OECD menjelaskan OEEC berubah pada 1961 menjadi OECD untuk “memperkuat tradisi kerjasama dan menerapkannya ke tugas-tugas baru dan tujuan yang lebih luas.”

Menurut Konvensi OECD pasal 1, organisasi ini ingin mempromosikan kebijakan, “Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, ketenagakerjaan, dan standar hidup yang paling tinggi di antara negara-negara anggotanya, sambil mempertahankan stabilitas keuangan, dan berkontribusi ke pembangunan ekonomi dunia.”

Organisasi yang telah berusia 62 tahun itu juga ingin mendorong kebijakan yang berkontribusi dalam ekspansi ekonomi, baik di negara anggota maupun nonanggota. Tujuan lain dari kebijakannya adalah mempromosikan kebijakan yang memperluas perdagangan dunia dengan dasar multilateral dan nondiskriminatif, sejalan dengan kewajiban internasional.

Organisasi antarpemerintah ini memiliki misi untuk mewujudkan perekonomian global yang kuat, bersih, dan berkeadilan. OECD membantu para pengambil kebijakan untuk mengatasi berbagai isu dan permasalahan global terbaru, mengidentifikasi solusi atau kebijakan yang dapat diterapkan, sambil menjawab tantangan ekonomi, sosial dan tata kelola yang baik.

Di samping itu, OECD bertujuan untuk mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang.

Ekspansi OECD

Sejak Mei 2021, OECD telah tumbuh menjadi organisasi dengan 38 negara anggota. Kosta Rika menjadi negara terbaru yang bergabung ke organisasi yang menguasai 40% perekonomian dunia itu. Negara Amerika Tengah itu mengajukan aksesi pada 2015 dan memperoleh keanggotaan pada 2020.

Pada 1960, negara anggota OECD awalnya hanya 20, yang merupakan negara anggota dari OEEC.

Menurut situs webnya, badan eksekutif yang disebut Dewan (Council) OECD bertanggung jawab untuk membuka pembahasan aksesi dengan sebuah negara. Dewan OECD juga menentukan ketentuan, syarat, dan proses untuk aksesi.

“Menjadi anggota OECD bukan formalitas sederhana, namun hasil dari sebuah proses ulasan yang teliti,” tulis OECD pada situs webnya. 

Jejak Indonesia Menuju Aksesi OECD

Menurut situs web milik Kementerian Keuangan, kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan OECD berkembang sejak 2007, ditandai dengan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai pertemuan OECD. Selain itu, OECD secara aktif melakukan review dan assessment terhadap berbagai kebijakan pemerintah.

Saat itu, OECD menawarkan enhanced engagement program (EE-5) untuk Brasil, Cina, India, Indonesia dan Afrika Selatan. Sejak itu, Indonesia bergabung ke dalam EE-5 yang belakangan disebut sebagai key partner OECD.

Pada 27 September 2012 hubungan Indonesia dengan OECD semakin harmonis, ditandai dengan penandatangan Framework Cooperation Agreement (2012-2017). Dilanjutkan dengan pendirian kantor perwakilan OECD di Indonesia pada tanggal 5 September 2013.

Kantor yang diresmikan pada 25 Maret 2015 itu berfungsi untuk memperkuat kerja sama Indonesia dengan OECD dan seluruh negara-negara anggotanya. Selain itu, kantor tersebut menjadi hub untuk OECD South East Asia Regional Programme (SEARP).

Pada Juli 2017, kerja sama diperkuat dengan penandatanganan FCA 2018-2023 pada Juli 2017 dan penandatanganan OECD-Indonesia Joint Work Programme 2017-2018 pada 24 Oktober 2016.

Adapun payung hukum yang dibuat untuk menguatkan kerja sama Indonesia dengan OECD antara lain Keppres No 1 Tahun 2012 tentang Penetapan Keanggotaan Indonesia pada Development Center OECD, dan Framework Cooperation Agreement between Indonesia and OECD yang ditandatangani pada 27 September 2012.

Reporter: Dzulfiqar Fathur Rahman