Mengenal Frans Seda, Putra Flores yang Membenahi Keuangan Indonesia

Dok. Arsip Nasional Republik Indonesia
Ilustrasi, Drs. Fransiscus Xaverius Seda atau Frans Seda, ketika menjabat sebagai Menteri Perhubungan meresmikan Jembatan Kali Keruk di Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah.
Penulis: Agung Jatmiko
19/7/2022, 08.00 WIB

Kerja keras Frans Seda dan tim ekonominya berbuah manis. Pada akhir 1968, inflasi Indonesia berhasil ditekan menjadi 112%. Memang, angka ini masih terlampau tinggi. Namun, mengingat upaya stabilitas ekonomi dibangun di atas kondisi politik dan ekonomi yang tidak stabil, maka ini merupakan pencapaian yang sangat positif.

Fondasi ekonomi yang ia canangkan, semakin menstabilkan kondisi ekonomi Indonesia, bahkan saat ia tak lagi menjabat sebagai Menteri Keuangan. Pada akhir 1969, inflasi Indonesia berhasil turun ke single digit, yakni 9,9%.

Penataan Organisasi Kementerian Keuangan

Selain menjalankan kebijakan anggaran yang disiplin, yang dinamakan anggaran berimbang, Frans Seda juga melakukan pembenahan organisasi Kementerian Keuangan, yang saat itu masih bernama Departemen Keuangan.

Pada awal masa jabatannya, ia mentransformasi Direktorat Djenderal Iuran Negara (DDIN) menjadi Direktorat Djenderal Padjak (DDP) dan Direktorat Djenderal Bea dan Tjukai (DDBT). Kemudian, ia mentransformasi Direktorat Djenderal Urusan Anggaran dan Pembeajaan (DDUAP) menjadi Direktorat Djenderal Anggaran (DDA).

Transformasi direktorat ini ia lakukan dalam rangka pelaksanaan Dwi Dharma dan Tjatur Karya Kabinet Ampera, yang merupakan pra-kondisi untuk melaksanakan pembangunan nasional di segala bidang.

Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, perlu adanya penyempurnaan dan penertiban di bidang administrasi, organisasi dan pembinaan departemen-departemen yang menjamin adanya koordinasi, integrasi dan sinkronisasi yang efektif dan efesien.

Frans Seda juga sadar, bahwa setiap pengeluaran negara harus dipergunakan menurut tujuannya, dan dapat dipertanggungjawabkan dengan baik. Oleh karena itu, perlu adanya unit yang melaksanakan tugas pengawasan dan pemeriksaan keuangan negara secara efektif dan efisien.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, dibentuk unsur pelaksana teknis baru pada Departemen Keuangan, yakni Direktorat Djenderal Pengawasan Keuangan.

Penataan organisasi Departemen Keuangan terus ia lanjutkan. Pada 1967, mengajukan usulan penataan organisasi Departemen Keuangan kepada Ketua Presidium Kabinet Ampera melalui Surat Menteri Keuangan Nomor D.15.1.2.39, tanggal 23 Mei 1967.

Usulan ini berisi tentang penataan organisasi Direktorat Djenderal Anggaran (DDA), dengan menambah dua direktorat, yakni Direktorat Tata Usaha Anggaran. Kemudian, memindahkan Direktorat Perdjalanan dari Direktorat Djenderal Pengawasan Keuangan Negara, ke DDA.

Lalu, ia juga melakukan penataan pada organisasi Direktorat Djenderal Padjak, dengan menambah satu direktorat baru, yakni Direktorat Peraturan Perundang-Undangan. Kemudian, pada Direktorat Djenderal Bea dan Tjukai dilakukan pembenahan, dengan melakukan pemecahan pada Direktorat Pabean menjadi Direktorat Impor dan Direktorat Ekspor.

Frans Seda juga melakukan penataan pada Direktorat Djenderal Keuangan, dengan melakukan pemecahan Direktorat Moneter dan Perbankan, menjadi Direktorat Moneter Dalam Negeri dan Direktorat Perbankan.

Di penghujung masa jabatannya sebagai Menteri Keuangan, Frans Seda masih terus melakukan penataan. Ini ditunjukkan dengan penguatan Inspektorat Djenderal (Idjen) dan Penataan Direktorat Djenderal Pengawasan Keuangan Negara (DDPKN).

Semua langkah penataan organisasi ini, dilakukan Frans Seda dalam rangka meningkatkan kemampuan dan daya gerak aparatur Departemen Keuangan.

Terus Berkarya hingga Usia Senja

Selepas tak lagi menjabat sebagai Menteri Keuangan, bukan berarti kiprah Frans Seda dalam dunia politik dan ekonomi Indonesia redup.

Prestasinya yang mampu mengawal stabilisasi perekonomian Indonesia, membuatnya kembali dipercaya menduduki kursi menteri dalam Kabinet Pembangunan I, yakni sebagai Menteri Perhubungan. Posisi ini ia emban sejak 6 Juni 1968 hingga 28 Maret 1973.

Sebagai Menteri Perhubungan, ia mencanangkan program penerbangan dan pelayaran perintis di berbagai daerah di Indonesia, khususnya di Indonesia bagian Timur, serta beberapa kawasan wisata unggulan. Ia juga memprakarsai pembangunan Bandara Soekarno-Hatta, sebagai pengganti Bandara Kemayoran.

Setelah menjabat sebagai Menteri Perhubungan, Frans Seda tetap diperhitungkan dalam pemerintahan. Ini dibuktikan dari sederet jabatan yang dimandatkan kepada dirinya, seperti Duta Besar Republik Indonesia di Brussels untuk Masyarakat Ekonomi Eropa, Kerajaan Belgia dan Luksemburg pada periode 1973-1976.

Kemudian, ia juga ditunjuk sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia pada periode 1976-1978, dan anggota Dewan Penasihat Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia (DP-KTI), di bawah pimpinan Presiden Soeharto pada 1996.

Saat Presiden Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie, Frans Seda dipercaya menjadi penasihat bidang ekonomi. Selanjutnya, pada 1999 ia juga dipercaya sebagai penasihat ekonomi untuk Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri, yang kemudian menjadi Presiden RI ke-5.

Selain di bidang ekonomi, Frans Seda juga menaruh perhatian besar di dunia pendidikan. Ia merupakan salah satu pendiri Yayasan dan Universitas Katolik Atma Jaya, sebuah lembaga pendidikan Katolik bagi seluruh anak-anak Indonesia.

Pada 2009, salah satu putra terbaik Indonesia ini menghembuskan nafas terakhirnya di usia 83 tahun. Hingga akhir hayatnya, Frans Seda dikenal sebagai sosok tulus, dan selalu memberikan yang terbaik, serta sungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu. Hal itulah yang membawanya menjadi salah satu putra terbaik Indonesia.

Halaman: