Garuda Cari Dana Rp 12,6 T untuk Bayar Utang, Berikut Tiga Opsinya

ANTARA FOTO/REUTERS/Regis Duvignau/File Ph
Pesawat berlogo Garuda Indonesia terlihat di kantor pusat Airbus di Colomiers dekat Toulouse, Prancis, 15 November 2019.
18/12/2019, 19.31 WIB

PT Garuda Indonesia (GIAA) berencana mencari pendanaan dengan total US$ 900 juta atau setara Rp 12,59 triliun untuk membayar sebagian utang yang segera jatuh tempo (refinancing). Maskapai penerbangan milik pemerintah itu membidik tiga opsi pendanaan.

Mengutip dari keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, opsi pendanaan pertama yaitu dari penerbitan sukuk global dengan jumlah maksimum US$ 750 juta atau Rp 10,49 triliun. “Rate sedang dalam proses negosiasi,” demikian tertulis dalam dokumen keterbukaan informasi Garuda Indonesia yang dipublikasikan pada Selasa (16/12).

Rencananya, bunga akan dibayarkan secara periodik kepada pemegang sukuk global tiap enam bulan. Sedangkan utang pokok Global Sukuk akan dibayarkan seluruhnya dan sekaligus pada tanggal jatuh tempo, paling lambat pada 2024 atau periode lain yang disetujui para pihak yang terlibat.

(Baca: Kementerian BUMN Bakal Tutup Anak Usaha Garuda yang Tak Produktif)

Dana hasil penerbitan sukuk global ini bakal digunakan untuk membayar sukuk global yang diterbitkan pada 2015 dan jatuh tempo pada Juni 2020, atau sebagian utang keuangan yang jatuh tempo dalam satu tahun ke depan.

Opsi pendanaan kedua yaitu obligasi lewat mekanisme private placement, dengan nilai maksimum US$ 750 juta atau setara Rp 10,49 triliun. Tingkat bunga untuk obligasi ini juga masih dalam proses negosiasi. Namun, rencananya, bunga akan dibayarkan setiap tiga bulan atau enam bulan. Sedangkan pokok obligasi akan dibayarkan sekaligus pada tanggal jatuh tempo obligasi, paling lambat pada 2024 atau periode lain yang disetujui para pihak.

(Baca: Catatan Hitam Garuda sebelum Kasus Penyelundupan Harley dan Brompton)

Opsi pendanaan yang terakhir yaitu pendanaan dengan skema peer to peer lending (P2P Lending) dengan jumlah sebanyak-banyaknya sebesar US$ 500 juta. Tingkat bunga untuk pendanaan ini pun sedang dalam proses negosiasi, namun rencananya bunga akan dibayarkan setiap tiga bulan. Sedangkan pokok akan dibayarkan sekaligus pada tanggal jatuh tempo paling lambat pada 2024.

Adapun pendanaan dari penebitan obligasi melalui mekanisme private lacement, serta P2P Lending juga untuk membayar sebagian utang keuangan yang jatuh tempo dalam satu tahun.

(Baca: Bursa Calon Dirut Garuda, dari Susi Pudjiastuti hingga Ignasius Jonan)

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan yang berakhir pada 2018 lalu, utang Garuda yang jatuh tempo dalam satu tahun sebesar US$ 1,63 miliar atau sekitar Rp 22,94 triliun dengan kurs saat ini. Sedangkan utang keuangan yang jatuh tempo di atas satu tahun sebesar US$ 77 juta, atau Rp 1,08 triliun dengan kurs saat ini.

"(Dengan pembiayaan kembali utang) sehingga proporsi utang keuangan yang jatuh tempo di atas satu tahun tidak akan lebih kecil dibandingkan dengan proporsi utang keuangan yang jatuh tempo dalam satu tahun," tulis keterbukaan informasi tersebut.