PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) menaikkan belanja modal (capital expanditure/capex) tahun ini menjadi Rp 3 triliun, dari tahun sebelumnya sebesar Rp 2,5 triliun. Dana tersebut akan digunakan untuk membangun sejumlah fasilitas, diantaranya gudang penyimpanan jagung (silo) dan alat pengering (corn dryer) untuk menjaga stok dan mengantisipasi kenaikan harga jagung musiman.
SVP Financial Controler Japfa, Erwin Djohan mengatakan perusahaannya berencana menambah 10 silo dan tiga fasilitas corn dryer. Investasi yang diperlukan untuk membangun satu silo berkapasitas 3 ribu ton yakni sekitar Rp 6 miliar. Sementara untuk pembelian corn dryer sekitar Rp 50 miliar per unit.
"Selain itu, capex tahun ini juga dianggarkan untuk mendukung bisnis lainnya, seperti penambahan kandang dan ekspansi usaha poultry lainnya," kata Erwin dalam konfrensi pers di Jakarta, Selasa (2/4). Adapun, capex tersebut bakal didanai dari kas internal perusahaan serta pinjaman perbankan.
(Baca: Hingga Kuartal III, Serapan Belanja Modal Japfa Capai 51%)
Semua fasilitas ini dibutuhkan perseroan, sebagai upaya efisiensi dan menjaga ketersediaan bahan baku. Deputy COO Operating Operational 1 Antonius Harwanto mengatakan kenaikan harga jagung bukan hal yang luar biasa terjadi di perusahaannya. Pelaku di industri pakan ternak kerap menghadapi hal tersebut tiap tahunnya.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan menyiapkan semua tempat penyimpanan silo di setiap unit usaha untuk untuk menyimpan persediaan jagung. Sehingga ketika musim panceklik tiba, perusahaan masih memiliki simpanan jagung di gudang. Demikian juga saat musim panen, jagung bisa dikeringan dengan corn dryer untuk segera disimpan di gudang.
"Kami melengkapi juga dengan unit corn dryer di seluruh Indonesia yang saat ini totalnya 18 unit. Jadi tidak ada hal yang dikhawatirkan saat harga jagung naik," katanya. Dengan cara itu, Japfa berharap bisa melakukan efisiensi dan menekan harga jual pakan, kendati harga jagung melonjak.
Kenaikan Harga Jual Pakan
Saat ini Japfa Comfeed belum berencana untuk menaikan harga pakan ternak meski harga jagung masih tinggi. Senior Vice President Japfa Budiarto Soebijanto mengatakan pada paruh kedua tahun lalu, harga jagung sempat melonjak menjadi Rp 6.000 per kilogram (kg) dari Rp 3.500 per kg di awal tahun lalu. Kenaikannya kala itu naik Rp 2.500 per kg.
Dengan kondisi tersebut, perseroan seharusnya perusahaan menaikan harga pakan, setengah dari kenaikan harga jagung atau sekitar Rp 1.250 per kg untuk mengimbangi kenaikan harga jagung. Ini dikarenakan, 50 persen komponen bahan baku pakan yang mereka produksi berasal dari jagung.
(Baca: Peternak Rugi, Harga Jual Ayam Tak Sebanding Biaya Pokok Produksi)
"Kenyataannya, kami naikan secara bertahap dan berusaha penuh kehati-hatian, supaya peternak tidak menghadapi masalah luar biasa. Kenaikan itu hanya bisa mencapai sekitar Rp 650 per kg," katanya.
Dengan begitu, sebenarnya tahun lalu, mereka hanya bisa menutupi kenaikan harga jagung hingga Rp 4.800 per kg, tidak sampai Rp 6.000 per kg melalui berbagai langkah efsiiensi. Hal tersebut karena mereka tidak ingin peternak yang menjadi mitra pembeli pakan mereka juga ikut terdampak secara langsung terkait naiknya harga jagung.
(Baca: Merugi Rp 2 Triliun, Peternak Unggas Tuntut Perlindungan Usaha)