PT BNP Paribas Investment Partners meyakini pasar saham dalam negeri akan mengalami pertumbuhan yang cukup kuat dengan momentum bullish atau naik. Dengan asumsi imbal hasil obligasi 10 tahun di kisaran 8% dan pendapatan emiten diperkirakan akan tumbuh 9% pada tahun 2019.
"Kami memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi mencapai nilai wajar di kisaran 6.900 tahun ini," kata Direktur BNP Paribas IP Aliyahdin Saugi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (14/2).
Untuk pasar obligasi, menurutnya strategi yang ditentukan oleh Bank Indonesia (BI) bakal bergantung pada kebijakan Bank Sentral Amerika (The Fed) dengan fokus untuk menjaga stabilitas mata uang. BI diperkirakan siap untuk mempertahankan nilai tukar rupiah dengan memanfaatkan cadangan devisanya agar dapat memberikan lebih banyak ruang bagi rupiah untuk menguat.
Selain itu, pelemahan rupiah serta imbal hasil obligasi yang diberikan di tahun 2018, telah membuat obligasi pemerintah Indonesia menarik bagi investor di tahun 2019 ini.
(Baca: Banyak Tekanan Domestik dan Global, IHSG Tinggalkan Level 6.400)
Untuk strategi investasi, Aliyahdin menyarankan agar tetap fokus dalam berinvestasi pada perusahaan yang stabil dengan proyeksi pertumbuhan jangka panjang. Sektor-sektornya seperti perbankan dan telekomunikasi. Hal itu karena prospek pertumbuhan kedua sektor tersebut cukup baik, dengan tetap mempertimbangkan risiko pasar dengan valuasi sektor masing itu oleh mereka.
Selanjutnya, langkah berkelanjutan dari Pemerintah, seperti peningkatan tingkat suku bunga dan penggunaan cadangan devisa yang diperkirakan, diprediksi masih terus dilakukan. "Menurut kami, akan berdampak positif terhadap peningkatan kepercayaan investor pada Indonesia," Kata Aliyahdin.
Ditopang Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Pertumbuhan pasar saham dalam negeri akan ditopang oleh fundamental ekonomi nasional yang stabil. BNP Paribas Investment Partners meyakini ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,2% secara tahunan untuk tahun 2019. Sedangkan tingkat inflasi diproyeksi stabil di kisaran 3,75% per tahun. Mereka menilai perlambatan ekonomi global memiliki dampak positif terhadap negara berkembang, termasuk Indonesia.
Presiden Direktur BNP Paribas IP Vivian Secakusuma mengatakan, tahun ini pertumbuhan global diperkirakan mengalami sedikit perlambatan. "Namun, pasar negara berkembang mempunyai prospek lebih baik dalam jangka panjang," kata Vivian.
(Baca: Cara Meningkatkan Investasi Asing di Mata Pengusaha)
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) global diproyeksikan melambat, tetapi masih berada di atas tren jangka panjangnya yaitu di 2,9% per tahun. Sementara, pertumbuhan PDB di AS diperkirakan kembali normal pada tahun 2019. Itu karena efek stimulus pajak yang memudar dan perkiraan diberhentikannya suku bunga yang ditetapkan oleh The Fed setelah perkiraannya, dua kali peningkatan pada awal semester tahun ini.
Perang dagang antara AS dan Tiongkok diperkirakan terus berlangsung dan dapat menekan pertumbuhan di kedua negara tersebut. Dampaknya terjadi pada pelemahan prospek mata uang kedua negara, dolar AS dan RMB. "Namun hal ini diharapkan dapat membawa stabilitas pada mata uang di negara berkembang," katanya.
Vivian melihat perekonomian Indonesia akan membaik secara bertahap dengan estimasi pertumbuhan PDB yang lebih tinggi yaitu di 5,2% secara tahunan untuk tahun 2019. Pihaknya memproyeksi tingkat inflasi dapat stabil di kisaran 3,75% per tahun. Dengan begitu, dia yakin kondisi ekonomi akan stabil.
Sementara, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diprediksi berada pada kisaran Rp 14.300 hingga 14.800 per dolar AS pada akhir tahun 2019. Kestabilan nilai tukar mata uang garuda tersebut karena harga minyak yang melemah dan berkurangnya tekanan untuk pasar negara berkembang secara keseluruhan.
(Baca: Dirut BEI: Beda Prospek Pasar JP Morgan dan Credit Suisse Hal Biasa)