Indeks harga saham gabungan (IHSG) mengakhiri sesi I perdagangan hari ini, Rabu (23/1), naik 0,13% ke level 6.476,98. IHSG sempat tertekan ketika dengan dibuka di zona merah pagi ini. IHSG sempat turun ke level terendahnya pagi ini di posisi 6.450,21.
Delapan indeks sektoral mendukung kinerja IHSG kembali ke zona hijau, terutama sektor barang konsumsi dan manufaktur yang naik 0,47%, aneka industri naik 0,56%, sedangkan pertanian dan tambang masing-masing naik 0,22% dan 0,18%. Sementara itu sektor keuangan terkoreksi 0,52% dan infrastruktur turun 0,03% sedikit menahan laju IHSG.
Transaksi saham hingga siang ini tercatat mencapai Rp 5,03 triliun, dengan volume saham yang diperjualbelikan mencapai 7,52 miliar saham. Sebanyak 229 saham berkinerja positif, 137 saham turun, dan 143 saham bergerak mendatar.
Investor asing juga masih membukukan pembelian bersih saham sebesar Rp 26,63 miliar di seluruh pasar. Walaupun di pasar reguler investor asing membukukan penjualan bersih hingga Rp 102,89 miliar.
(Baca: Perlambatan Ekonomi Global di Depan Mata, IHSG dan Bursa Asia Tertekan)
Saham-saham yang mendukung kinerja IHSG siang ini di antaranya saham PT Indosat Tbk (ISAT) yang naik 290 poin atau 12,18% menjadi Rp 2.670 per saham, saham PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP) naik 500 poin (4,19%) menjadi Rp 12.452, serta PT United Tractors Indonesia Tbk (UNTR) yang naik 600 poin (2,30%) menjadi Rp 26.700.
Sementara itu saham-saham yang jeblok siang ini yaitu saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang turun 150 poin (1,94%) menjadi Rp 7.600 per saham, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang harganya terkorting 525 poin menjadi Rp 27.475, serta PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP) yang turun 325 poin menjadi Rp 19.650 per saham.
Saham Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan saham PT Bank Danamon Indonesia Tbk menjadi dua saham yang paling banyak dibeli investor asing hari ini. Investor asing membukukan pembelian bersih saham BRI mencapai Rp 44,5 miliar, dan Bank Danamon Rp 30,5 miliar.
Kinerja IHSG berkebalikan dengan kinerja mayoritas bursa saham di Asia. Hingga berita ini ditulis indeks Strait Times terkoreksi 0,50%, Shanghai terkoreksi 0,16% walau mengawali hari di zona hijau, Hang Seng turun 0,08%, Nikkei terkoreksi 0,11%, PSEi turun 1,009%, dan KLCI turun 0,96%. Hanya Kospi yang memiliki kinerja positif dengan kenaikan 0,29% walau mengawali dari zona merah.
(Baca: Pelemahan Ekonomi Tiongkok Mengancam Ekspor CPO dan Batu Bara RI)
Ancaman melambatnya pertumbuhan ekonomi global menjadi sentimen yang menekan kinerja bursa saham di kawasan Asia. International Monetary Fund (IMF) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia untuk tahun 2019 dan 2020, masing-masing 0,2% dan 0,1% lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.
Sinyal melambatnya pertumbuhan ekonomi global sudah terlihat dari berbagai rilis data ekonomi beberapa negara seperti Tiongkok yang mencatatkan pertumbuhan ekonomi terendahnya selama 28 tahun terakhir. Penyebabnya adalah perang tarif dengan Amerika Serikat (AS) yang membuat ekspor Tiongkok melambat signifikan.
Terakhir, sinyal tersebut datang dari Jepang yang ekonominya terkontraksi 0,6% pada triwulan III tahun lalu. Data ekspor/impor bulan Desember juga menunjukkan penurunan yang cukup signifikan sebagai dampak dari perang dagang AS-Tiongkok yang membuat ekspor Jepang ke kedua negara tersebut tumbuh melambat karena permintaan yang lemah. Akibatnya, untuk pertama kalinya dalam tiga tahun terakhir, Jepang mencatatkan defisit neraca perdagangan, yaitu mencapai 1,2 triliun yen sepanjang 2018.