AS Berencana Blokir WeChat dan TikTok, IHSG dan Bursa Asia Memerah

ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song
Investor melihat layar yang menunjukkan infromasi saham di bursa saham di Shanghai, Tiongkok.
Penulis: Happy Fajrian
7/8/2020, 13.49 WIB

Ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok kembali memanas setelah Presiden Donald Trump memberi tenggat waktu 45 hari sebelum layanan WeChat dan TikTok diblokir di negaranya. Tensi panas dua negara perekonomian terbesar di dunia ini pun membuat bursa saham Asia bergejolak.

Hingga berita ini ditulis, indeks harga saham gabungan atau IHSG terkoreksi 1,06% pada perdagangan sesi I siang ini, Jumat (7/8). Padahal pemerintah baru saja mengumumkan data cadangan devisa periode Juli 2020 yang mencapai rekor tertingginya yakni sebesar US$ 135 miliar. Di samping itu pemerintah juga mengumumkan berbagai kebijakan stimulus tambahan yang diharapkan dapat meringankan dampak Covid-19.

Beberapa stimulus tersebut seperti bantuan langsung tunai sebesar Rp 600 ribu per bulan selama empat bulan bagi pekerja dengan gaji di bawah Rp 5 juta. Pemerintah juga akan memperluas bantuan modal produktif kepada 12 juta pelaku UMKM, dimana masing-masing pelaku usaha akan mendapatkan bantuan Rp 2,4 juta.

Sementara itu indeks Hang Seng Hong Kong anjlok 1,79% yang diikuti indeks Shanghai Tiongkok yang merosot 1,69%. Koreksi indeks Shanghai salah satunya didorong oleh kejatuhan harga saham Tencent hingga 4,3%. Alhasil kapitalisasi pasar perusahaan teknologi ini pun hilang sekitar US$ 30 miliar. Namun laporan Bloomberg menyebutkan bahwa kebijakan pemerintah AS ini hanya berlaku pada WeChat.

Kemudian indeks Straits Times Singapura terkoreksi 0,81%, Nikkei 225 Jepang merosot 0,67%. Namun di tengah penurunan bursa Asia, indeks Kospi Korea Selatan berhasil naik walau hanya 0,26%.

“Pemerintah AS diperkirakan akan terus menargetkan Tencent. Peta ekspansi luar negeri Tencent sekarang menjadi kabur karena beberapa kesepakatan merger dan akuisisi, terutama jika targetnya berbasis di AS, akan menghadapi tantangan besar,” kata Direktur Eksekutif UOB Kay Hian Hong Kong Steven Leung, seperti dikutip Bloomberg.

Sebagai informasi Trump mengumumkan perintah eksekutif tersebut pada Kamis (6/8). Kebijakan ini akan melarang penggunaan aplikasi TikTok besutan ByteDance, dan WeChat milik Tencent, dua perusahaan teknologi asal Tiongkok, di ranah digital AS.

Pemerintahan Trump menjelaskan bahwa kebijakan tersebut bertujuan untuk menyapu bersih aplikasi buatan Tiongkok dari jaringan digital AS, yang menurut pemerintah AS tidak dapat dipercaya, dengan TikTok dan WeChat yang dianggap sebagai ancaman yang paling signifikan.

Pengumuman kebijakan ini memukul bursa saham di Tiongkok yang sebenarnya tengah menyambut data positif ekspor yang tumbuh sebesar 7,2% pada periode Juli. Capaian ini jauh di atas prediksi ekonom yakni turun sebesar 0,2%.