Potret Gejolak Pasar Saham dalam Setahun Pandemi Covid-19

ANTARA FOTO/ Reno Esnir/foc.
Karyawan melintas di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (8/1/2021). Indek Harga Saham Gabungan (IHSG ) di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Jumat dibuka menguat 37,32 poin atau 0,61 persen ke posisi 6,190,95.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
3/3/2021, 13.41 WIB

Sudah satu tahun Indonesia berjuang hidup di tengah pandemi Covid-19. Jumlah kasus positif pun terus bertambah, menembus 1,3 juta sejak pertama kali diumumkan pada 2 Maret 2020. Perkembangan tersebut, membawa gejolak pada pasar saham di Tanah Air.

Pada hari diumumkannya kasus pertama Covid-19, IHSG ditutup turun 1,68% menyentuh level 5.361. Dari sini lah, perjalanan naik turunnya IHSG bagai roller coaster dimulai.

Sejak diumumkan kasus pertama Covid-19 pada 2 Maret 2020, investor saham langsung bereaksi negatif. Terlihat dari indeks harga saham gabungan (IHSG) yang anjlok selama beberapa hari berturut-turut. Indeks pun kerap dihentikan selama 30 menit karena turun 5% dalam sehari (trading halt).

Berdasarkan pengamatan Katadata.co.id, sudah terjadi tujuh kali trading halt sepanjang masa pandemi, enam di antaranya terjadi pada Maret 2020. Ini merupakan bulan paling terdampak negatif penyebaran pandemi Covid-19. Puncak dari penurunan IHSG terjadi pada perdagangan 24 Maret 2020. Saat itu, IHSG ditutup pada level 3.937, terendah sejak 28 Juni 2012.

Setelah mengalami penurunan secara signifikan dalam beberapa pekan saja, IHSG pun bangkit secara perlahan. IHSG ditutup di level 6.359 pada perdagangan 2 Maret 2021, artinya naik 16,62% dibandingkan dengan level IHSG pada saat pertama kali kasus Covid-19 diumumkan.

IHSG sempat berada di puncak kala pandemi melanda pada penutupan perdagangan 20 Januari 2021. Kala itu, IHSG berada di level 6.429 atau menguat 17,92% dibandingkan pada saat pertama kali kasus Covid-19 diumumkan.

Meski pasar modal Indonesia mengalami volatilitas yang tinggi sepanjang pandemi Covid-9, kabar baik pun masih tetap semarak. Salah satunya, bergesernya peran investor domestik pada pasar modal yang semakin menguasai dibandingkan investor asing.

Hal itu terlihat dari jumlah investor pasar modal yang totalnya mencapai 3,87 juta per akhir Desember 2020. Jumlah tersebut, naik hingga 55,83% dibandingkan total jumlah investor pasar modal pada akhir 2019.

"Tahun ini adalah awal kebangkitan dari retail kita," kata Direktur Utama BEI Inarno Djajadi dalam acara media gathering yang digelar secara virtual, Selasa (1/12).

Selain karena bertambahnya jumlah investor domestik di pasar saham, pergeseran peran tersebut juga disebabkan oleh keluarnya investasi asing di pasar saham. Sepanjang 2020, investor asing telah melakukan penjualan bersih senilai Rp 53,82 triliun di seluruh pasar.

Semakin maraknya investor ritel domestik di pasar modal, membuat frekuensi perdagangan semakin ramai. Hal ini tercermin dari rata-rata frekuensi perdagangan harian sepanjang 2020 yang sebanyak 677 ribu kali atau meningkat hingga 44,4% dibandingkan rata-rata tahun lalu sebanyak 469 ribu kali.

Selain itu, tercatat ada peningkatan juga pada rata-rata nilai transaksi harian sepanjang 2020 sebesar 1,2%, menjadi Rp 9,21 triliun dari sebelumnya Rp 9,1 triliun. Sementara, untuk rata-rata volume perdagangan harian selama 2020 hanya sebanyak 11,37 miliar unit saham atau turun 21,7% dari 14,54 miliar unit saham.

Saham Unggulan Paling Menguntungkan Sepanjang Pandemi

Kinerja saham-saham unggulan di pasar modal selama pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia, berada di zona hijau. Terlihat dari indeks LQ45 yang berisi saham-saham paling likuid di pasar saham yang naik 10,02% sejak pertama konfirmasi Covid-19 di Tanah Air hingga 2 Maret 2021.

Di antara saham-saham LQ45, saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) menjadi yang paling menguntungkan karena mengalami kenaikan hingga 374,78% dalam setahun pandemi Covid-19 menjadi Rp 2.730 per saham. Kemudian PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) yang terakumulasi naik 142,5% menjadi Rp 14.550 per saham.

Saham lain yang juga mengalami kenaikan drastis di tengah pandemi Covid-19 yang berusia satu tahun yaitu PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang naik 139,8% menjadi Rp 5.875 per saham. Menyusul saham PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP) yang naik 135,56% menjadi Rp 13.250 per saham.

Sementara, saham-saham di LQ45 yang mengalami penurunan paling besar adalah saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM) sebesar 26,72% menjadi Rp 37.375 per saham. Selanjutnya saham yang harganya mengalami penurunan adalah PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) sebesar 15,33% menjadi Rp 8.700 per saham.

Saham produsen rokok lainnya, PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) juga mengalami penurunan signifikan sepanjang Covid-19 yaitu 15,29% menjadi Rp 1.440 per saham. Saham lainnya, yaitu PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) sebesar 14,4% menjadi Rp 1.100 per saham.