Aturan Baru OJK, Saham Bank Muamalat Wajib Tercatat di Bursa

Agung Samosir | Katadata
Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Penulis: Ihya Ulum Aldin
9/3/2021, 18.31 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan perusahaan berstatus terbuka, untuk tercatat di Bursa Efek Indonesia. Saat ini ada 6 perusahaan yang berstatus terbuka namun sahamnya tidak tercatat di BEI, salah satunya PT Bank Muamalat Indonesia Tbk.

"Semua emiten yang non-listed saat ini, seperti Bank Muamalat, juga wajib listing di Bursa," kata Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal I OJK, Djustini Septiana dalam konferensi pers virtual, Selasa (9/3).

Selain enam perusahaan berstatus terbuka yang tidak listing di Bursa, ada 28 perusahaan terbuka lainnya yang pernah tercatat di Bursa tapi telah dicoret (delisting). Perusahaan yang di-delisting tersebut, pemegang sahamnya masih dimiliki lebih dari 50 pihak, sehingga statusnya masih terbuka.

Peraturan OJK Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal ini bersifat wajib bagi seluruh perusahaan terbuka. POJK ini merupakan pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995.

POJK ini mewajibkan perusahaan yang melakukan Penawaran Umum Efek bersifat ekuitas dilakukan dan dicatatkan di bursa. Kemudian mendaftarkan efeknya pada penitipan kolektif di Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian.

OJK memberikan masa transisi dua tahun bagi pihak yang melakukan penawaran umum efek tetapi belum mencatatkan efeknya di Bursa, sebelum POJK ini berlaku. Setelah 2023, tidak ada lagi perusahaan terbuka yang tidak mencatatkan sahamnya di BEI.

 

Terkait aturan ini, OJK sudah berkomunikasi dengan semua pemangku kepentingan, termasuk perusahaan terbukan non-listed. Dengan begitu semua pihak dirasa sudah siap menjalankan peraturan ini.

Selain mewajibkan perusahaan terbuka untuk listing di Bursa Efek, kini OJK memiliki wewenang baru dalam POJK tersebut. OJK bisa memerintahkan perubahan status perusahaan terbuka menjadi perseroan tertutup. Selain atas perintah OJK, perubahan status tersebut bisa dilakukan atas permohonan perusahaan sendiri atau permintaan BEI.

"Dalam kondisi tertentu, OJK dapat memerintahkan perusahaan terbuka untuk mengubah status dari perusahaan terbuka menjadi perseroan yang tertutup," kata Djustini.

Kondisi tertentu tersebut antara lain terdapat perintah dari otoritas berwenang untuk memerintahkan perubahan status terbuka menjadi perseroan yang tertutup. Kondisi lainnya, sudah tidak beroperasi secara penuh selama paling singkat 3 tahun terakhir.

OJK membuat aturan ini sebagai upaya melindungi investor. Dengan aturan ini, investor memiliki wadah dan pasar untuk melakukan transaksi sahamnya. Jika tidak listing di Bursa, maka transaksi hanya bisa dilakukan di pasar negosiasi yang jauh dari kontrol OJK.

"Perusahaan publik kan harusnya terdaftar, listing di bursa juga. Bukan sekadar menumpang di OJK, yang penting sudah menjadi perusahaan publik. Ini yang menjadi tidak sehat," kata Djustini.

Perintah OJK ini wajib ditindaklanjuti oleh Bursa untuk menghentikan perdagangan efek (suspensi) sesegera mungkin paling lambat pada hari bursa berikutnya setelah Bursa menerima tembusan perintah OJK tersebut.

Perubahan status atas perintah OJK ini wajib disertai tindakan perusahaan terbuka untuk beberapa hal. Pertama, memperoleh persetujuan RUPS. Kedua, Mengumumkan kepada masyarakat sesegera mungkin paling lambat 2 hari kerja setelah diterimanya perintah OJK.

"Terakhir, melakukan pembelian kembali atas seluruh saham pemegang saham publik sehingga jumlah pemegang saham menjadi di bawah 50 pihak atau jumlah lain ditetapkan OJK,"kata Djustini.