Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan industri jasa keuangan masih akan menghadapi sejumlah tantangan sepanjang 2022. Kendati demikian, dia mengaku optimistis dapat melalui berbagai tantangan dengan kebijakan prioritas yang akan diterapkan pada tahun ini.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan sejumlah tantangan yang dihadapi industri jasa keuangan, salah satunya adalah munculnya Covid-19 varian Omicron yang membatasi aktivitas ekonomi masyarakat. Selain itu, ada pula persoalan pembiayan proyek strategis yang nilainya cukup besar.
"Harus kita pikirkan bagaimana melakukan pembiayaan infrastruktur, termasuk menciptakan lapangan kerja," kata Wimboh dalam Konferensi Pers Pembukaan Perdagangan Saham, Senin (3/1).
Selain itu, industri jasa keuangan juga dihadapkan pada tantangan normalisasi kebijakan negara maju yang tidak bisa diabaikan. Hal ini tercermin dari meningkatnya inflasi di beberapa negara.
Kemudian, ada pula tantangan berupa agenda global penurunan emisi karbon, di mana pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mengatasi berbagai aktivitas yang menyebabkan pemanasan global.
Tak hanya itu, menurut dia, perkembangan teknologi melalui digitalisasi juga merupakan fenomena yang tidak bisa diabaikan. Pemerintah bersama para pemangku kepentingan disarankan menangani berbagai efek yang timbul dari perkembangan digital di berbagai lini ekonomi.
"Kita juga perlu memikirkan sumber pertumbuhan ekonomi baru, penduduk makin banyak lalu over capacity (kapasitas berlebih). Bagaimana menghadapinya? Pasar modal harus menjawab tantangan tersebut," ujar Wimboh.
Kendati demikian, Wimboh optimistis pemerintah dan pemangku kepentingan dapat menjawab tantangan yang akan dihadapi industri jasa keuangan. Hal ini mengingat Indonesia memiliki modal berupa jumlah penduduk yang besar, sumber daya yang banyak, serta ruang pertumbuhan ekonomi yang masih lebar.
Untuk itu, OJK menyiapkan kebijakan prioritas yang akan diterapkan sepanjang tahun depan. Kebijakan prioritas itu antara lain:
1. Mempersiapkan penerapan operasional infrastruktur bursa karbon, dan implementasi ekonomi hijau, didukung dengan taksonomi hijau yang akan segera terbit.
2. Optimalisasi indeks bursa berbasis tata kelola, sosial, dan lingkungan atau environment, social and governance (ESG).
3. Memperluas basis emiten, di antaranya melalui sekuritisasi aset dan pembiayaan proyek strategis.
4. Mengakomodir perusahaan rintisan atau start up berbasis teknologi untuk melakukan penawaran umum.
5. Meningkatkan literasi dan edukasi, khususnya bagi investor ritel bekerja sama dengan SRO dan emiten.
6. Memperluas dan mempercepat pelaku UMKM untuk masuk ke pasar modal melalui platform Securities Crowdfunding (SCF).
7. Mengembangkan instrumen derivatif untuk indeks saham, suku bunga, dan derivatif nilai tukar.
8. Mempercepat pengembangan infrastruktur Central Counterparty Clearing House yang merupakan terobosan penting bagi pendalaman pasar keuangan.