Siasat Agresif Grup Salim Kembali ke Bisnis Perbankan

Arief Kamaludin | Katadata
Direktur Utama PT Indofood Sukses Makmur Tbk, Anthoni Salim
Penulis: Syahrizal Sidik
29/3/2022, 11.41 WIB

"Bisnis perbankan di Indonesia secara marjin jauh lebih menguntungkan dibandingkan bank luar negeri. Tidak sedikit yang berminat, saya kira dari Salim juga sama saja," kata Panin, saat dihubungi Katadata.

Bank BCA (Arief Kamaludin (Katadata))

 

Jejak Salim di Bisnis Perbankan

Grup Salim memiliki sejarah yang panjang di bisnis keuangan Tanah Air, jauh sebelum dikenal sekarang lewat merek dagang Indomie.

Pendiri Grup Salim, konglomerat Liem Sioe Liong alias Sudono Salim pada 1957 silam membangun bisnis jasa pemberian kredit Bernama Central Bank Asia, bersama rekannya Mochtar Riady.

Tiga tahun kemudian pada 1960 nama perusahaan resmi berubah menjadi Bank Central Asia atau yang sekarang dikenal sebagai BCA. Tak hanya besar dari bisnis perbankan, Grup Salim juga dikenal dengan bisnis makanan dan minuman lewat merek Indofood, ada juga bisnis penjualan mobil, semen, hingga swalayan. Kini, semua bisnis yang masuk dalam Grup Salim tersebut diwarisi Anthony Salim, anak ketiga Liem.

Rekan Sudono Salim, yakni Li Wen Cheng atau yang akrab disapa Mochtar Riady mulai masuk ke BCA pada 1975, usai mundur dari Bank Panin. Mochtar bergabung dengan BCA saat kondisi perbankan tersebut tidak terlalu baik.

Saat itu, bisnis perbankan Liem lebih dari satu, di antaranya Bank Windu Kencana dan Bank Asia alias BCA, ada pula Bank Dewa Ruci. Windu Kencana dikelola adik Soedono, yakni Liem Sioe Kong. Sementara itu, Dewa Ruci dipegang sepupunya, yaitu Liem Ban Tiong.

Hingga badai krisis ekonomi melanda Tanah Air pada tahun 1997-1998. Grup Salim harus menjual saham BCA karena menerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Singkatnya, BCA kemudian masuk dalam Bank Take Over (BTO), di mana melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional BPPN, 92,8 % saham BCA dikuasai pemerintah dan lepas dari genggaman Salim Group.

Halaman: