Investasi obligasi dan reksa dana masih bisa menjadi pilihan berinvestasi setelah Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps ke level 3,75%.
Kepala Divisi Fixed Income Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto, saat ini asing mengurangi kepemilikan obligasi hingga porsinya kurang dari 16%. Hal ini yang menjadi faktor Bank Indonesia (BI) tidak menaikan suku bunga agresif seperti negara lain.
“Dengan Bank Indonesia yang tidak agresif menaikan suku bunga maka pasar obligasi kita akan jauh lebih resilien,” ujar Handy dalam acara Market and Investment Outlook 2022, Kamis (25/8).
Handy memaparkan yield obligasi selama kurun 2004 sampai 2022 mengalami tren penurunan. Meskipun tren yield turun, return investasi obligasi dalam periode tersebut mencatatkan return positif yang cukup besar.
Investor mendapatkan keuntungan dari sisi capital gain atau keuntungan yang didapatkan investor saat menjual kembali aset yang dimilikinya.
Dia membandingkan bahwa bond yield (yield obligasi) Indonesia dengan negara-negara yang lain mencatatkan kenaikan. Kenaikannya bukan karena faktor domestik tapi karena faktor global. “Hal ini menjadi game changer bahwa pasar obligasi kita ternyata jauh lebih resilien dibandingkan dengan pasar-pasar emerging,” kata dia.
Selain obligasi, Chief Investment Officer Mandiri Investasi, Ernawan Salimsyah, mengatakan ada jenis reksa dana yang bisa menjadi perhatian atau pilihan investor. Dia menyarankan untuk jangka panjang, bisa melirik portofolio reksa dana blue chips.
Dia juga menjelaskan strategi di tengah situasi geopolitik yakni para investor siap dengan volatilitas. “Cari reksadana yang punya beta tinggi karena itu yang paling diuntungkan, yang paling sensitif akan pertumbuhan Indonesia. Kalau bicara 17 kali lipat ada reksadana dengan beta 1,3, ini yang paling untung,” katanya.
Adapun Bareksa menyatakan kenaikan suku bunga BI akan menekan reksa dana pendapatan tetap berbasis obligasi negara. Bareksa memproyeksikan imbal hasil obligasi negara seri acuan 10 tahun akan berada di kisaran 7,2% – 7,3% untuk pekan ini.
"Selain itu, proyeksi kenaikan inflasi Indonesia akan turut mempengaruhi pergerakan harga obligasi ke depannya," bunyi riset Bareksa.
Bareksa memperkirakan reksa dana berbasis saham bergerak terbatas karena pelaku pasar masih mencermati dampak kenaikan suku bunga acuan BI. "Investor reksa dana saham untuk wait and see terlebih dulu," bunyi riset Bareksa.
Adapun, harga obligasi negara yang diproyeksi masih melemah pekan ini, investor dapat tetap mencermati reksa dana pendapatan tetap berbasis obligasi korporasi hingga yield acuan menyentuh level 7,4%.