Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan telah menyiapkan infrastruktur terkait perdagangan karbon di Indonesia. Rencananya, infrastruktur perdagangan terkait bursa karbon akan diluncurkan bulan ini.
Infrastruktur perdagangan karbon ini disiapkan otoritas bursa lantaran sebelumnya BEI telah mengajukan diri sebagai penyelenggara bursa karbon kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagaimana ketentuan yang berlaku dalam Surat Edaran OJK Nomor 12/SEOJK.04/2023.
Direktur Teknologi Indormasi dan Manajemen Risiko BEI, Sunandar, mengungkapkan mekanisme perdagangan yang ada di bursa karbon akan terpisah dengan sistem perdangan efek Jakarta Automatic Trading System (JATS).
"Sistem itu akan memfasilitasi kepentingan para trader, namanya sistem carbon trading," kata Sunandar, kepada wartawan di Gedung BEI, dikutip Selasa (12/9).
Untuk diketahui, JATS merupakan sistem perdagangan efek yang telah diaktifkan oleh bursa sejak Oktober 1995 seiring dengan berlakunya perdagangan saham tanpa warkat dan berbasis komputer.
Dalam perkembangannya, pada 2009, BEI meluncurkan pembaruan dari JATS, yakni JATS-NextG yang bisa menampung kapasitas 1 juta order dan 500 ribu transaksi dalam sehari dibanding generasi sebelumnya yang sebanyak 360 ribu order dan 200 ribu transaksi per harinya.
"Sistem perdagangan bursa karbon sudah disiapkan, insya Allah bisa kita launch sesuai rencana di bulan ini. Sistemnya akan terpisah dengan JATS," ujar Sunandar.
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik menuturkan sejak tahun 2022 lalu, BEI telah melakukan berbagai persiapan terkait penyelenggara bursa karbon dengan melakukan komunikasi yang rutin dengan kementerian maupun lembaga terkait.
"BEI juga melakukan kajian, studi banding, mempersiapkan sistem, sumber daya manusia dan persiapan lainnya," kata dia.
OJK menargetkan, perdagangan perdana bursa karbon akan terealisasi pada akhir bulan ini. OJK mencatat, saat ini terdapat 99 Pembangkit Listrik Tenaga Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara yang berpotensi ikut perdagangan karbon di tahun ini.
"Jumlah itu setara dengan 86% dari total PLTU Batu Bara yang beroperasi di Indonesia," kata Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi.