Indeks saham Amerika Serikat turun di saat tingkat bunga obligasi Amerika Serikat dengan jangka waktu 10 tahun telah mencapai level tertinggi dalam 16 tahun terakhir. Hal ini terjadi usai Ketua Federal Reserve Amerika Serikat, Jerome Powell menyatakan tidak tertutup kemungkinan untuk kembali menaikkan suku bunga akibat situasi ekonomi dan ketatnya pasar tenaga kerja.
Usai pernyataan Powell itu, ketiga indeks saham utama AS berbalik melemah tajam. Pelemahan disebabkan munculnya ekspektasi pasar bahwa bank sentral telah selesai dengan kenaikan suku bunga, yang sebelumnya berakhir.
Pada Jumat (20/10), Dow Jones Industrial Average (.DJI) turun 251,04 poin atau 0,75%, menjadi 33.414,04. Sementara itu S&P 500 (.SPX) kehilangan 36,61 poin atau 0,85%, menjadi 4.277,99. Sedangkan Nasdaq Composite (.IXIC) turun 128,13 poin atau 0,96%, menjadi 13.186,18.
Imbal hasil Treasury AS naik tajam, dengan tingkat imbal hasil obligasi 10 tahun mendekati angka 5%. Sementara Kepala Strategi Investasi di CFRA Research New York Sam Stovall menyebut komentar Powell mengindikasikan bahwa masih banyak yang harus dilakukan. Selain itu, Ia menyampaikan The Fed tidak akan mulai memangkas suku bunga sampai awal paruh kedua tahun depan paling cepat.
“Pernyataan dari The Fed tidak akan mengubah atau memberikan kejelasan yang signifikan pada situasi saat ini,” kata Stovall.
Kenaikan suku bunga yang lebih tinggi dan berlanjut untuk periode yang lebih panjang telah membuat kekhawatiran semakin memburuk. Stoval menyebut para investor cemas bahwa kenaikan suku bunga dapat mengakibatkan terjadinya resesi.
"Tekanan (kenaikan imbal hasil) yang terjadi pada suku bunga hipotek, serta kekhawatiran akan dampaknya terhadap belanja konsumen membuat para investor ketakutan,” kata Stovall.
Selama musim pelaporan kuartal ketiga, perusahaan terkemuka seperti Tesla Inc (TSLA.O) dan Netflix Inc (NFLX.O) telah menghasilkan pendapatan yang kuat, memunculkan tema umum yang menarik perhatian pelaku pasar. Namun, di sisi ekonomi, terdapat beberapa indikator yang menciptakan ketidakpastian.
Penjualan rumah yang sudah ada turun ke level terendah dalam 13 tahun terakhir. Di sisi lain klaim pengangguran merosot ke level terendah sejak Januari, dan indeks Leading Economic mengalami penurunan bulanan ke-18 secara beruntun.
Hal ini berdampak pada pasar saham di Eropa, yang mengalami penurunan sebesar 1,2% dan mencapai level terendah dalam dua minggu terakhir. Penurunan ini dipicu oleh serangkaian laporan keuangan emiten yang mengecewakan. Hal itu memperburuk sentimen para investor yang sedang menghindari risiko.
Selain itu, kekhawatiran akan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah dan ketidakpastian mengenai tingkat suku bunga juga mempengaruhi pasar. Indeks pan-Eropa STOXX 600 (.STOXX) turun 1,19% dan indeks MSCI dari saham-saham di seluruh dunia (.MIWD00000PUS) turun 0,95%.
Saham-saham pasar negara berkembang turun 1,22%. Indeks MSCI untuk saham Asia Pasifik di luar Jepang (.MIAPJ0000PUS) ditutup 1,46% lebih rendah, sementara Nikkei Jepang (.N225) kehilangan 1,91%.
Obligasi 10 tahun terakhir turun 18/32 pada harga 4,977%, dari 4,902% pada hari Rabu. Obligasi bertenor 30 tahun terakhir turun 47/32 pada harga 5,1007%, dari 4,994% pada hari Rabu.
Greenback melemah terhadap sekeranjang mata uang dunia karena imbal hasil Treasury merangkak naik dan emas melonjak. Indeks dolar (.DXY) turun 0,34%, dengan euro naik 0,47% menjadi $ 1,0584.
Yen Jepang menguat 0,10% terhadap greenback di 149,80 per dolar, sementara sterling terakhir diperdagangkan di $1,2145, naik 0,04% pada hari itu. Harga minyak mentah naik di tengah kekhawatiran pasokan yang dapat muncul jika konflik Israel-Hamas meningkat.
Minyak mentah AS naik 1,19% menjadi $89,37 per barel, sementara Brent berada di $92,38 per barel, naik 0,96% pada hari itu. Emas melonjak berlawanan dengan pelemahan dolar karena meningkatnya gejolak di Timur Tengah mendukung permintaan safe haven. Emas spot naik 1,4% menjadi $1,974.39 per ons.