Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, hingga akhir Februari 2019, perusahaan financial technology (fintech) pinjaman (lending) telah menyalurkan kredit Rp 7,05 triliun. Capaian tersebut meningkat sekitar 600% secara tahunan. Namun, seiring dengan pertumbuhan kredit, jumlah kredit macet (non performing loan/NPL) ikut meningkat.
Deputi Komisioner Stabilitas Sistem Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Yohanes Santoso Wibowo mengungkapkan, kredit macet fintech lending per Februari 2019 telah mencapai 3,18% dan kredit yang kurang lancar 3,17%. "Jadi kalau diparalelkan dengan bank itu jumlah keduanya 6,35%," paparnya di kantor OJK, Jakarta, Kamis (28/3).
Padahal, menurut data OJK, pada Januari 2019, rasio kredit macet fintech lending hanya sebesar 1,68%, hanya sedikit diatas rasio kredit macet periode Desember 2019 di level 1,45%. Yohanes mengakui, risiko fintech memang lebih tinggi dibandingkan dengan perbankan. Kenaikan kredit macet tersebut terjadi lantaran kredibilitas peminjam kerap sulit diteliti. Sementara, upaya penagihan juga memiliki kendala jarak dan biaya.
(Baca: Jumlah Peminjam di Amartha Naik Hampir 100% Sejak Awal 2019)
Adapun, data kredit macet tersebut mengacu pada jumlah fintech lending sebanyak 99 perusahaan. Apabila terdapat fintech lending yang mengaku kredit macetnya terjaga, Yohanes mengatakan hal itu hanya terjadi pada segelintir perusahaan saja. Selain itu, ia menilai pengakuan terjaganya kredit macet merupakan bagian dari pemasaran kepada masyarakat.
"Dia bicara marketing. Kalau dia bicara kredit macetnya tinggi, orang tidak mau investasi dong," ujarnya.
Untuk meminimalisir kredit macet tersebut, Yohanes menyarankan agar fintech lending juga menggunakan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) dari OJK. Sistem tersebut dapat menjadi sumber pertukaran informasi mengenai debitur. Dengan demikian, kredibilitas debitur dapat lebih terlacak.
Komitmen tersebut sudah dikemukakan oleh asosisasi fintech. Namun, ia mengakui hal tersebut memerlukan waktu yang tidak singkat. Sebagai informasi, OJK telah menetapkan kredit macet pada perbankan memiliki batasan hingga 5%. Namun, batasan tersebut ditentukan setelah perbankan beroperasi selama bertahun-tahun. Sementara untuk fintech, penentuan batas atas masih memerlukan waktu.
"Ini yang susah, harus tunggu teknologi bagus karena nasabahnya sudah ada puluhan ribu. Kembali lagi, itu APFI (Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia) yang membentuk sendiri (thresholdnya)," ujarnya.
(Baca: OJK Perketat Izin Fintech Pinjaman untuk Lindungi Konsumen)