PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk meraup laba bersih sebesar Rp 6,41 triliun pada paruh pertama tahun ini. Jumlah tersebut tumbuh 46,7 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Perolehan laba tersebut seiring dengan derasnya kredit yang disalurkan bank pelat merah itu.
Direktur BNI Anggoro Eko Cahyo mengatakan, laba bersih disumbang oleh pendapatan bunga bersih (Nett Interest Income/NII) yang tumbuh 10,7 persen menjadi Rp 15,4 triliun dan pendapatan nonbunga yang tumbuh 17,9 persen menjadi Rp 4,65 triliun.
"Pertumbuhan NII merupakan hasil dari penyaluran kredit yang terus meningkat, sedangkan pertumbuhan pendapatan nonbunga ditopang oleh peningkatan Fee Based Income (pendapatan berbasis biaya), terutama bersumber dari Recurring Fees (biaya terulang) yang berkontribusi 92,1 % dari total FBI," kata Anggoro saat konferensi pers di Kantor Pusat BNI, Jakarta, Rabu (12/7).
Perolehan NII juga didukung perbaikan suku bunga di seluruh segmen kredit, yang berdampak pada stabilnya margin bunga bersih (Net Interest Margin/NIM) pada level 5,6 persen. Selain itu, NII juga disokong penurunan biaya dana (Cost of Fund/CoF) dari 3,1 persen pada semester I 2016 menjadi 3 persen pada semester I 2017.
Adapun penyaluran kredit BNI mencapai Rp 412,18 triliun pada paruh pertama tahun ini atau meningkat 15,4 persen dibandingkan periode sama tahun lalu. Kredit terutama mengalir ke sektor Business Banking dengan debitor korporasi besar (corporate), maupun usaha kecil dan menengah (UMK).
"Pertumbuhan kredit tersebut cukup mengesankan di saat pertumbuhan kredit di industri mencapai 9,5 persen per April 2017," ujar Anggoro. (Baca juga: Danai Infrastruktur, Kredit Bank Kembali Tumbuh di Atas 10 Persen)
Secara rinci, komposisi penyaluran kredit BNI yaitu 71,8 persen atau Rp 296,12 triliun ke sektor business banking, sebesar 16,3 persen atau Rp 67,05 triliun ke consumer banking. Kemudian, kredit untuk debitor-debitor di luar negeri sebesar 6,3 persen atau Rp 25,92 triliun. Selain itu, ada juga kredit yang disalurkan melalui perusahaan-perusahaan anak yaitu sebesar 5,6 persen atau Rp 23,09 triliun.
Meski penyaluran kredit tinggi, Anggoro mengatakan rasio kredit macet (Non Performing Loan/NPL) berhasil turun dari 3 persen di semester I 2016 menjadi 2,8 persen pada semester I 2017. Penurunan tersebut seiring dengan strategi BNI yang membatasi penyaluran kredit pada sektor-sektor yang berpotensi menyebabkan kredit macet.
Di sisi lain, dana nasabah atau Dana Pihak Ketiga (DPK) berhasil tumbuh lebih tinggi dari kredit yaitu 18,5 persen menjadi Rp 463,86 triliun. Dengan perkembangan tersebut, rasio DPK terhadap kredit (Loan to Deposit Ratio/LDR) terjaga pada level 88,9 persen. (Baca juga: Minat Investor Tinggi, Obligasi BNI Rp 3 Triliun Bakal Laris)
Anggoro menambahkan, permodalan BNI juga cukup kuat. Hal itu tercermin dari rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) yang terjaga di level 19 persen. Sementara itu, penyisihan pencadangan berada di level 147,2 persen dari periode sama tahun lalu 142,8 persen.
"Secara keseluruhan, BNI mencatat pertumbuhan aset sebesar Rp 631,74 triliun atau meningkat 17,2 persen jika dibandingkan Semester I 2016 yang sebesar Rp 539,14 triliun," ujar dia.