Pemerintah tengah mencari opsi pengendalian defisit program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) - Kartu Indonesia Sehat (KIS) alias BPJS Kesehatan. Salah satu opsi yang menguat yakni meminta pemerintah daerah (pemda) untuk mengalokasikan anggarannya untuk membantu membiayai program tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani menjelaskan, dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang kesehatan telah diatur bahwa Pemda harus menganggarkan minimal 10 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk pembiayaan kesehatan masyarakat. Dana inilah yang dibidik pemerintah.
"Saya meminta dikaji opsi-opsi mengendalikan defisit BPJS ini dengan sistem gotong royong, bukan hanya gotong royong iuran dari non-PBI (Penerima Bantuan Iuran) tapi peran pemda yang ada di 34 provinsi di 531 kabupaten/kota," kata Puan usai melakukan rapat koordinasi di kantornya, Jakarta, Rabu (21/6).
Selama ini, pemasukan dari iuran BPJS kesehatan memang lebih kecil dibandingkan dengan pengeluaran untuk membayar klaim pesertanya. Alhasil, pemerintah harus menutup defisit program tersebut melalui mekanisme penyertaan modal negara (PMN). Tahun ini, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris memprediksi defisit anggaran BPJS Kesehatan berkisar Rp 3,6 triliun. (Baca juga: Membengkak, Defisit Jaminan Kesehatan Tahun 2018 Diramal Rp 10 Triliun)
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menerangkan, untuk bisa merealisasikan peran daerah dalam pembiayaan BPJS Kesehatan, pemerintah bakal merumuskan peraturan baru. "Secara total menurut aturan (undang-undang) kan 10 persen dari APBD itu untuk belanja kesehatan. Nah, dari 10 persen ini kami atur supaya ada sebagian untuk fungsi BPJS kesehatan,” ucap Puan.
Aturan tersebut akan dibuat dengan mempertimbangkan perbedaan pendapatan dan pengeluaran setiap Pemda. “Kalau memang ada (Pemda) kekurangan, ya tugasnya pemerintah pusat memberikan dana transfer ke daerah,” kata dia.
Sementara itu, Fahmi Idris mengatakan, anggaran program BPJS Kesehatan memang tidak akan bisa didanai hanya dari iuran peserta. Apalagi, jumlah iuran yang dibayarkan peserta BPJS Kesehatan tidak sesuai dengan perhitungan awal pemerintah.
Iuran yang dibayarkan Penerima Bantuan Iuran (PBI), misalnya, hanya sebesar Rp 23 ribu dari seharusnya Rp 36 ribu. "Ada minus 13 ribu (rupiah) itu yang akan dibayar oleh Pemda," kata dia. (Baca juga: Tekan Defisit, Kemenkeu Minta BPJS Buat Standar Penanganan Penyakit)
Selain itu, iuran dari peserta BPJS mandiri kelas 3 juga ditetapkan hanya Rp 25,5 ribu dari seharusnya Rp 53 ribu. Peserta mandiri kelas 2 hanya membayarkan Rp 51 ribu dari iuran seharusnya sebesar Rp 63 ribu. Hanya peserta mandiri kelas 1 yang membayarkan iuran seharusnya dengan angka Rp 80 ribu.
Menurut Fahmi, pemerintah berencana membahas lagi regulasi mengenai peran Pemda tersebut pada Agustus nanti. (Baca juga: Bappenas Ingin Pekerja Informal Mendapat Jaminan Pensiun)