Penggunaan Sistem Keuangan Nontunai Turut Kurangi Kemiskinan

ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko
Warga mengambil beras menggunakan kartu ATM beras pada mesin ATM beras untuk warga miskin di Trenggalek, Jawa Timur, Senin (20/2/2017).
Penulis: Miftah Ardhian
Editor: Yura Syahrul
22/5/2017, 16.56 WIB

Masyarakat pun bisa didorong untuk mulai menabung. Kemudian, dengan adanya akses ke sektor keuangan, masyarakat juga dapat mengambil Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan kredit mikro lain untuk digunakan di sektor produktif. (Baca: Bank Dunia Kucurkan Pinjaman Rp 2,7 Triliun untuk Perluas Bansos)

Jadi, sistem ini diklaim bisa memperoleh dua manfaat secara bersamaan. "Diharapkan ini juga bisa meningkatkan inklusi keuangannya sendiri, di samping menurunkan kemiskinan," ujar Bambang, sembari mengingatkan target inklusi keuangan pada tahun 2019 mencapai 75 persen.

Bambang menambahkan, beberapa program yang telah dijalankan oleh pemerintah adalah uji coba pemberian bantuan berupa raskin dengan melalui  voucher. Pemerintah tidak lagi menyerahkan beras secara langsung yang berpotensi salah sasaran, melainkan memberikan dana untuk pembelian beras sesuai dengan kebutuhan keluarga masing-masing.

(Baca: Ekonomi Membaik, Bank Dunia Ramal Kemiskinan di Indonesia Susut)

Selain itu, pemerintah tengah merencanakan pembuatan tabungan Pos. Program ini adalah menjadikan agen pos yang tersebar di Indonesia untuk bekerja sama dengan perbankan agar bisa menjadi sarana untuk membuka akses masyarakat ke sektor keuangan. Bambang menyakinkan, tabungan pos ini tidak akan menjadi kompetitor perbankan, khususnya Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang menyasar masyarakat desa.

Ia juga menyatakan, pemerintah akan mendorong teknologi digital, terutama penyedia jasa financial technology (fintech) untuk dapat meningkatkan inklusi serta literasi keuangan masyarakat Indonesia. "Tahun ini kami akan percepat bantuan ke tarif listrik, elpiji 3 kilogram, dan beras ini harapannya tahun ini sudah seluruh Indonesia," ujar Bambang.

Halaman: