Tawaran tarif tebusan rendah masih belum ampuh mendorong peserta program pengampunan pajak (tax amnesty) untuk memulangkan hartanya dari luar negeri (repatriasi). Buktinya, dari total Rp 3.052 triliun harta luar negeri yang dilaporkan peserta tax amnesty hingga pekan ketiga Desember ini, cuma 4,6 persen atau Rp 141 triliun yang dibawa pulang ke Tanah Air.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak hingga 20 Desember lalu, pelaporan harta luar negeri terbesar berasal dari Singapura. Nominalnya mencapai Rp 823,79 triliun. Namun, dari jumlah itu, cuma 1 persennya atau Rp 84,05 triliun yang direpatriasi ke Indonesia.
Sementara itu, pelaporan harta dari negara lainnya, yaitu British Virgin Islands, Hong Kong, Caymand Islands, Australia dan Cina tak ada yang mencapai Rp 100 triliun. Alhasil, dana repatriasinya pun paling tinggi cuma belasan triliun.
Menanggapi kondisi tersebut, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama menyatakan, wajib pajak memang berhak tidak merepatriasi hartanya. “Itu pilihan wajib pajak, kami kalau dari sisi keuangan hanya memudahkan termasuk proseduralnya,” kata Yoga di Jakarta, Rabu (21/12).
(Baca juga: Pemerintah Surati 200 Ribuan Wajib Pajak yang Sembunyikan Harta)
Kebebasan soal repatriasi tampak dari kebijakan pemerintah merevisi peraturan pelaksana program tax amnesty yang terkait perusahaan cangkang atau special purpose vehicle (SPV). Pemerintah tak lagi mewajibkan peserta tax amnesty membubarkan SPV kepunyaannya yang tidak memiliki kegiatan operasional. “Untuk memudahkan mereka (mengikuti tax amnesty),” kata dia.
Meski begitu, ada juga peraturan yang direvisi pemerintah untuk mendorong peserta tax amnesty merepatriasi hartanya. Di sisi lain, beberapa instansi seperti Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) juga sudah membuat aturan sendiri guna memperkaya instrumen investasi yang bisa digunakan oleh peserta tax amnesty yang memulangkan hartanya.
Negara | Deklarasi Luar Negeri | Repatriasi | Total Harta yang Dilaporkan |
Singapura | Rp 739,74 triliun | Rp 84,05 triliun | Rp 823,79 triliun |
Virgin Islands | Rp 77,08 triliun | Rp 2,66 triliun | Rp 79,74 triliun |
Hong Kong | Rp 53,25 triliun | Rp 16,21 triliun | Rp 69,46 triliun |
Caymand Islands | Rp 53,75 triliun | Rp 16,51 triliun | Rp 70,26 triliun |
Australia | Rp 39,36 triliun | - | Rp 39,36 triliun |
Cina | - | Rp 3,64 triliun | Rp 3,64 triliun |
Sumber: Ditjen Pajak
Adapun ke depan, pemerintah belum berencana merevisi kembali peraturan untuk mendorong lebih banyak dana yang dibawa pulang. Hingga kini, total harta yang diikutsertakan dalam program tax amnesty mencapai Rp 4.043 triliun.
Perinciannya, harta yang direpatriasi mencapai Rp 141 triliun, sedangkan harta yang dideklarasikan di dalam negeri dan luar negeri masing-masing sebesar Rp 990,8 triliun dan Rp 2.911 triliun.
Penyertaan harta paling banyak terjadi di periode I (Juli – September) yaitu sebesar 3.667 triliun, sementara pada periode II (Oktober – Desember) ini baru Rp 376 triliun. Demikian juga dengan perolehan duit tebusan, pada periode II ini baru Rp 3,65 triliun, jauh lebih sedikit dari periode II yang sebesar Rp 93 triliun.
(Baca juga: Negosiasi Buntu, Dirjen Pajak Ancam Penjarakan Google)
Untuk menggenjot penerimaan dari program tax amnesty di periode II dan III, Yoga menjelaskan, institusinya terus melakukan evaluasi guna menetapkan strategi selanjutnya. Sekadar informasi, periode III bakal dimulai pada 1 Januari sampai 31 Maret 2017.
Berdasarkan kajian Ditjen Pajak, Yoga meyakini periode terakhir program tax amnesty masih akan diramaikan peserta dari Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). “Kan selama ini flat, nanti (di periode III) banyak yang bergerak (ikut),” ujar dia.